Kenangan Tak Terulang
Sepulang sekolah, tempat yang pertama kali aku jamah dalam rumahku adalah sisi dalam jendela kamar. Karena di situlah aku bisa dengan bebas melihat dan menanti perempuan yang selama ini aku idamkan, pulang dari sekolahnya. Rumahnya tak jauh, hanya berseberangan dengan rumahku. Jadi raut wajah serta senyumnya nanti akan terlihat jelas saat dia tengah berdiri di muka rumahnya.
Masih pukul 12.15, masih ada sekitaran 15 menit lagi untukku menunggu dari balik sini, sampai dia tiba di depan rumahnya. Ya walaupun aku tahu, dia tidak akan tiba seorang diri. Melainkan dengan laki-laki yang mungkin saja kekasihnya atau hanya teman yang baik hati. Aku tak tahu pasti. Tapi yang jelas, dia biasa tiba dengan laki-laki itu sekitaran setengah satu.
Hingga akhirnya, yang dinanti pun tiba. Pukul 12.34 lebih tepatnya, dia terlihat berdiri di antara gerbang rumahnya dan sebuah motor mewah puluhan juta. Lengkap dengan penunggang yang tengah melemparkan beberapa kata sebelum mereka benar benar berpisah.
Kemudian aku teringat dengan janjiku semalam. Janji pada diriku sendiri bahwa hari ini aku akan ke rumahnya. Segera ku berjalan menghampiri sepedaku yang bersender dalam garasi. Namun, tampak berdebu pada rangka dan karat pada rantainya.
Aku kira tak masalah, hal seperti itu pastilah wajar untuk sepeda yang jarang dijamah. Mungkin aku bisa mengatasinya dengan mengusapkan kain lap pada rangka, dan memberikan beberapa tetes oli bekas pada rantai. Aku yakin dengan ini, sepeda waktu SMP ku, masih bisa dikayuh dengan nyaman.
Setelah semua dirasa cukup, tak perlu lama lagi, aku buka pintu garasiku, lalu ku tuntun sepedaku keluar. Kemudian ku kayuh dengan pelan sampai depan gerbang rumahnya Kinal. Iya, wanita itu bernama Kinal.
Kubuka gerbang rumahnya yang kebetulan tidak dikunci dan berjalan pada jalan setapak yang mengarah pada pintu utamanya. Ku ketuk pintu rumah dengan kuat, agar isi rumahnya tahu bahwa ada seseorang yang tengah menunggu mereka dari balik pintu. Namun, hasilnya nihil.
Ku ketuk pintu untuk kedua kalinya, dengan penuh harap agar ketukanku bukanlah sekedar ketukan biasa. Namun... Kali ini berhasil. Terdengar suara gencitan kunci pintu yang tengah dibuka oleh seseorang di balik pintu. Dia adalah Kinal, yang membukakan pintu untukku.
" Eh Aji. Tumben ke sini? Masuk yuk. ", tayanya dengan sedikit senyum. Senyum yang sudah lama tak pernah ku lihat secara langsung.
" Ehm..gak usah. Aku cuma mau balikin sepedamu. ", Kinal melihat arah yang kutunjuk. Sepeda yang dulu pernah dia titipkan di rumahku.
" Lho..Kenapa dibalikin? itukan emang buat kamu, Ji. ", katanya dengan senyum.
" Aku emang sengaja gak ngambil sepedanya, biar kamu aja yang pakai. Hehehe. ", tambahnya.
" Tapi aku udah gak pernah makai lagi. "
" Semenjak kita jarang ketemu. ", tambahku lirih.
Kami berdua hening untuk sementar waktu. Sampai Kinal memulainya lagi...
" Iya. Kita jarang ketemu ya. Semenjak beda sekolah. ", katanya pelan. Aku yakin hatinya juga tengah pilu.
Aku hanya membidikan bahuku.
" Bagaimana kalau besuk Minggu, kita sepedaan bareng ke waduk? ", ajakku sedikit ragu.
" Hmm.. gimana ya, Ji. Besuk Minggu aku udah janji mau ke waduk sama temen SMA ku. Tapi kalau kamu mau ikut, boleh kok. ", jawab Kinal.
" Eh nggak usah-usah, nanti aku malah ganggu.",
" Ya nggak lah. Nanti kamu aku kenalin sama temen-temenku yang cantik banget. Kali aja jodoh. Masih jomblo kan? ", katanya sambil menunjuk hidungku.
Aku hanya tersenyum mengiyakan tuduhannya.
" Nggak usah, Nal. Makasih, lagian aku juga baru ingat kalau besuk Minggu juga punya acara. ", bohongku pada Kinal. Dia hanya manggut-manggut tanda.mengerti.
" Ya udah aku pulang dulu ya,Nal. Itu sepedanya aku kembaliin. ", pamitku padanya. Aku gak mau terus terusan bernostalgia bersamanya. Pokoknya harus cepat cepat pergi dari sini, sebelum aku terlihat lemah di depan Kinal.
Segera ku berjalan melintasi gerbang rumahnya dan seiring dengan langkah kakiku, bulir bulir air mataku turun dengan sendirinya. Membentuk genangan kecil di tepi mata dan melumasi bola mata yang sedari tadi menahan perasaan.
Aku sengaja mengembalikan sepeda itu agar kenangan masa kecil kita dulu tidak lagi menyayat hati. Kenangan di mana kita masih sering berangkat sekolah bersama, pulang sekolah bersama dan bersepedaan bersama di sore hari.
Aku ingin bersamamu lagi, nal!!!
Tapi tidak bagimu.
Comments
Post a Comment
Kebebasan berpendapat itu,mulai sejak ini kamu berkomentar