Pajama Run
Malam berbalut angin dingin. Masuk ke dalam kamar, melalui
pori-pori manapun. Hawa dingin dari luar, seketika menular ke dalam kamar,
membuat suhu ruangan menjadi lebih dingin dari sebelumnya.
Dia menutup jendela kamar, mengurangi kemungkinannya menggigil di dalam
ruangan. Setelahnya, dia kembali sibuk membelai buku pelajaran, di sebuah kursi
belajar kesayangannya. Digigitnya bibir bawahnya, sembari membiarkan dahinya
mengernyit. Sepertinya sedang berusaha untuk menyerap semua kalimat yang sedang
dia baca. Tapi tetap saja, semenjak satu jam yang lalu, dia masih saja bingung
dengan maksud buku yang dibacanya.
Piyama putih terbalut dengan rapi. Membalut tubuhnya yang
proposional. Sesekali dia melirik ponsel yang tergeletak begitu saja di mejanya,
dan kemudian kembali lagi tenggelam ke dalam bukunya.
Dia mendengus kesal. Laki-laki yang tadi siang menjanjikannya
sesuatu, ternyata mengingkainya malam ini. Bahkan tak memberinya kabar
sedikitpun padanya. Menyebalkan.
*Tokkk*
Suara lemparan batu terdengar jelas, saat dia tengah melamun
sembari menatap ponselnya. Spontan, kepalanya menoleh ke arah jendela. Matanya
memasang curiga. Dia bangkit dari kursinya dan membuka tirai yang menutupi kaca
jendela tersebut. Matanya membuka lebar dan mencoba menerawang dari sela-sela
kaca jendela.
“ Kai..' batinnya. Tanpa pikir panjang, dia membuka jendela kamar
yang ditutupnya tadi.
“ Kai? “ laki-laki tersebut tersenyum dari balik pagar besi
rumah.
Tangannya memberi isyarat untuk menghampirinya dari balik besi
itu. Entah terkena hipnotis apa, perempuan yang masih mengenakan piyama
tersebut keluar begitu saja dari jendela. Cepat-cepat dia menghampiri Kai.
“ Ngapain ke sini? “tanyanya heran.
“ Menepati janjiku, Fris. “ jawab Kai dengan tatapannya yang tak
bersalah.
“ Kamu tahu kan ini jam berapa? Telat. Aku sudah mau tidur. “
“ Baru jam 11, Fris. “
“ Sudah malam, Kai. Kau tak mengerti. Ayahku tak mungkin
mengijinkanku keluar rumah selarut ini. “ kata Frieska.
“ Tapi sekarang, kau sudah ada di luar rumah, Fris. Ayahmu sudah
tidur. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat." Kai mencoba.
“ Tapi…. “, kata Frieska tak selesai.
“ Tapi sebenarnya kamu mau kan? Ayolah, semua akan baik-baik saja.
Percayalah. “ kata Kai mencoba lagi menyakinkan Frieska. Setidaknya membuat
pendiriannya goyah.
“ Bagaimana kalau sehabis pulang sekolah ? “ Kai menggeleng.
Frieska mendengus pelan. Rasa penasarannya semakin menjadi. Terpaksa dia
mengiyakan ajakan Kai yang konyol ini.
“ Baiklah. Tapi jangan sampai jam dua belas. Besuk ada ulangan
matematika bukan? “ Kai mengangguk.
“ Aku janji. “
Frieska membuka kunci gerbangnya dengan hati-hati, agar gesekan
yang terdengar nantinya tak akan terdengar dari kamar ayahnya. Dia membuka
pintu gerbangnya dan kemudian menutupnya kembali saat dia sudah keluar dari
halaman rumahnya.
“ Kita naik apa? “ tanya Frieska. Matanya mencari sesuatu di
sekitar.
“ Jalan kaki. “
“ Hah?!! “ Frieska terperanjat kaget.
“ Sudahlah, Ayo. Sebelum jam dua belas. “ kata Kai sembari tangannya menggegam tangan Frieska.
Setelahnya, Kai mengambil langkah seribu, berlari dengan kencang
menarik gadis berpiyama tersebut. Belum
sembuh dari kejutnya, Frieska semakin melongo, setelah melihat kecepatan lari
Kai yang mungkin sangat tidak wajar baginya. Bahkan melebihi kecepatan citah
pada umumnya. Frieska bingung, karena
memang tak pernah merasakan laju angin yang sekencang tersebut, pandangannya juga
tidak mampu fokus ke depan, bahkan badannya terasa seperti dibawa angin. Sungguh
membuat kepalanya pening.
Sesampainya, Kai menghentikan langkah kakinya yang cepat itu.
Beberapa detik kemudian, dia melepas genggamannya. Frieska memegang kepalanya. Dia
tak tahu apa yang baru saja menimpanya. Berlari dengan kecepatan tinggi, dia
pikir selama ini hal itu hanyalah mitos. Tapi ternyata Kai baru saja melakukannya.
“ Siapa kau? “ Frieska saat pandangannya sudah mampu melihat wajah Kai dengan jelas.
“ Aku Kai. Temanmu sekelas. “ jawab Kai dengan bola matanya yang merah.
“ Bukan. Kau bukan manusia. Aku yakin itu. Siapa kau? “ langkah Frieska menjauh. Dia ketakutan.
Kai melangkah mendekati Frieska.
“ Diam di tempat! Atau aku akan teriak. “ gertak Frieska.
“ Jangan menjauh atau aku akan menangkapmu. Kau tahu bukan, lariku sangat kencang. Jadi percuma jika kau lari dariku. “ kata Kai santai. Kedua tangannya masuk ke dalam saku jaketnya.
“ Lagian, ini hutan. Tak ada orang di sini. “ Frieska menoleh ke arah sekitar, yang dilihatnya sekarang hanyalah pohon-pohon besar yang menjulang tinggi. Bahkan dia tak tahu persis tempat dia berada sekarang. Untung saja malam ini bulan purnama, jadi hutan yang seharusnya gelap ini sedikit lebih terang.
“ Aku ingin pulang sekarang.“ pinta Frieska menangis. Isak tangisnya terdengar Kai sekarang. Sontak Kai menoleh dan mendekati Frieska dengan kecepatannya.
“ Fris, jangan menangis sekarang. Aku mohon. “ tatapan Kai melemah. Matanya yang awalnya memerah kembali putih. Wajahnya memohon sangat.
“ A…kuu..ttaa..kuutt..“ kata Frieska tak sempurna. Lidahnya kelu, tubuhnya kaku, badannya gemetar hebat. Tiba-tiba dia menggigil kedinginan karena atmosfer angin hutan yang sangat ekstrim. Kai panik,
“ Friska? “ Friska tak menjawab.
Dengan sigap, Kai memeluk tubuh Frieska dengan erat. Mencoba untuk
menghangatkan tubuh Frieska yang gemetar hebat.
Frieska merengkuk lemah di tanah, di bawah dada Kai yang bidang. Sekitar
;ima menit kemudian, tubuhnya perlahan hangat, badannya sudah tak gemetaran lagi.
Sepertinya pelukannya tidak sia-sia. Kai lega, melihat keadaan Frieska yang
membaik di pelukannya.
“ Lepasin aku. Ja..ngan de..kaa..ti aku. “ sahut Frieska masih tampak lemas.
“ Kau kedinginan. Aku harus membawamu pulang sekarang. Maafkan aku. “ kata Kai lemah. Wajahnya penuh penyesalan.
“ Jangan. “ Frieska menolak saat Kai berniat beranjak.
“ Aku lebih nyaman ada di pelukanmu Kai. “ tambah Frieska dengan tersenyum. Begitu juga dengan Kai yang menarik ujung bibirnya berlawanan. Hangat tubuh Kai mengalir membawa benih cinta ke dalam tubuh Frieska.
“ Aku mencintaimu, Fris. “ kata Kai menatap mata Frieska dengan dalam.
“ Aku lebih mencintaimu, Kai. Bahkan jauh sebelum kamu tahu namaku. “ Frieska membalas dengan tatapanya yang lebih dalam.
Frieska memejamkan matanya saat dirinya masih dalam pelukan Kai.
Sedangkan Kai, mengangguk dalam hati. Mengiyakan maksud Frieska yang seharusnya
tak dia lakukan. Tapi apa boleh buat, demi kebahagiaannya dengan Frieska, dia
harus melakukannya.
Didekatkannya bibir tipis kepada Frieska, sampai kemudian mereka
saling mengecup cinta. Mereka berdua terpejam merasakan hangatnya cinta yang
dia buat.
Beberapa detik kemudian, Kai berhenti. Kai sadar, ini sudah sangat
keterlaluan. Tapi Frieska tak mengelak kecupan tersebut. Bahkan bisa dibilang,
Frieska lah yang memulai kecupan barusan.
Selepas dari terpejam, tiba-tiba Kai dan Frieska sudah berada di dalam
kamar milik gadis tersebut. Melihat keanehan yang terjadi, kepala Frieska
tiba-tiba pening. Seketika dia pingsan di tempat.
“ Frieska? “ suara berat terdengar dari balik pintu kamar. Ayah Frieska berjalan mendekati pintu kamar anaknya.
Cepat-cepat Kai melabuhkan tubuh Frieska di atas kasur, dan kemudian meninggalkan gadis tersebut sendiri di kamar, sebelum Ayah Frieska mengetahui keberadannya sekarang.
Dengan sigap dia membuka jendela kamar dan keluar dari lubang
tersebut. Lalu membuka pintu gerbang yang memang sudah tak dikunci lagi. Kai
belalu meninggalkan rumah Frieska, tanpa kecepatan larinya yang luar biasa
seperti tadi.. Dia hanya berlari biasa,
sama seperti orang pada umumnya.
Karena semenjak kecupan itu, semua kekuatan super yang ada pada
dirinya lenyap tak tersisa. Larinya tak lagi secepat tadi, matanya tak bisa lagi
memerah, serta tubuhnya tak lagi sehangat serigala. Mulai sekarang, dia sudah
menjadi manusia sejati. Sudah bukan lagi
sosok yang harus berubah wujud menjadi serigala dan berkeliaran di hutan saat
tengah malam. Karena malam ini, di bawah bulan purnama, dia telah berhasil
menemukan cinta sejatinya, Yaitu Frieska.
Walaupun dia yakin betul, sebangunnya Frieska dari pingsan, gadis
tersebut akan mengira bahwa kejadian malam ini hanyalah mimpi belaka.
Tapi setidaknya Kai tahu,
bahwa ternyata Frieska berperasaan sama dengannya. Bahkan lebih mencintai
dirinya.
Ah… sudah. Hatinya sudah mantap. Selepas ulangan matematika nanti,
dia akan menyatakan cintanya pada Frieska.
“ Aku mencintaimu, Frieska. “, bisiknya lagi.
Comments
Post a Comment
Kebebasan berpendapat itu,mulai sejak ini kamu berkomentar