Wanita di Ujung Taman
" Kenapa kita nggak bekenalan? ",aku menyodorkan tanganku pada sosok yang sedari tadi duduk bersama di bangku taman. Diperhatikannya tanganku sebentar, kemudian tangan kanannya menganggapi tanganku yang menunggu.
" Aku Kinal ", senyumnya menghias perkenalan. Sudah lama sekali aku tidak melihat senyum indah seorang wanita.
"Aji.", singkat dan jelas aku menyebut namaku. Tangannya berlabuh digenggaman. Cukup lama, sekitaran 10 detik dia menjabat tanganku hingga kemudian terlepas.
" Sendirian? ", tanyaku basa basi. Aku tak tahu harus berkata apa memang. Tak mungkinlah,aku langsung menanyakan nomor hapenya, dan kemudian mengajaknya jalan dan sekedar makan malam di restoran. Semua butuh proses, meski harus munafik sekalipun.
" Kau pikir aku sedang bersama siapa?", pertanyaan retoris melayang dari bibir indahnya. Pandangannya dilemparkan ke arahku. Tak luput juga sebuah senyuman dia lemparkan juga. Aku amati sejenak senyumnya. Oh begitulah...
" Hanya aku. ", jawabku dengan nada rendah. Dia tertawa. Aku hanya bisa hening dan memperhatikannya.
" Udah biasa ke sini ya? ", tanyaku lagi. Dirinya tak menoleh padaku. Melainkan memperhatikan lalu lalang orang sekitar.
" Nggak terlalu sering sih. Cuma kalau butuh refreshing aja. Kalau kamu? ", dirinya bertanya balik padaku. Matanya membidikku dalam. Aku membuang muka untuk tak menatap balik matanya.
" Sama sih. Kalau lagi penat, datang ke sini biar pikiran jadi fresh. Apalagi anginnnya di sini kan seger banget. Teduh lagi. ", jawabku padanya.
" Iya bener. Pemandangan di sini juga asik banget. Ada banyak bunga tertanam di sini. Bahkan kalau bisa, ingin aku bawa pulang semua. ", sahutnya cukup panjang lebar. Senyumnya mengembang lebar. Aku tahu dari wajahnya dia memang ingin membawa pulang semua bunga ini.
" Bawa saja semua mawar di sini. Asalkan durinya tak menyakiti tanganmu. ", celetuk aku mencoba gombal padanya. Sebenernya aku gak tahu itu tadi gombal atau enggak. Tapi yang jelas cukup membuatnya tersenyum.
" Apasih.", tangannya menepuk pundakku. Kami berdua bercanda ria hingga senja redup dari dunia.
" Udah mau malem nih. Gue harus pulang dulu.", sahutnya tiba tiba. Dia menoleh jam yang tertera di handphone nya. Memang waktu sudah menunjukan pukul 17.38 dan cahaya matahari sudah mulai langka.
" Oh punya handphonenya juga?", celetukku. Dirinya tersenyum dan kemudian kami pun bertukar nomor hape.
" Sampai ketemu lagi ya. ", dia berpamitan padaku. Aku hanya mengisyaratkan senyuman, tanpa mengatakan apapun. Dihampirinya motor miliknya dan kemudian berlalu menjauhiku dengan cepat.
" Makasih, nal. Sudah memberikan tawa hari ini. Sepertinya kau adalah wanita yang tepat untukku. Daripada......", belum aku menyelesaikan gumamku, hapeku tiba-tiba berdering. Lagi lagi si cerewet meneleponku di saat yang kurang tepat.
" Halo ", sahutku untuk di seberang sana.
" Halo sayang, kamu di mana? Udah makan belum? Entar malem anterin aku belanja ya. Baju aku udah abis nih. Kalau kek gini, besuk aku pakai apa coba?'.
" TELANJANG!!!! ", jawabku singkat. Ku matikan telponnya dan kemudian aku pergi meninggalkan taman ini. Sembari berjanji bahwa nanti malam, akan aku pilih Kinal sebagai kekasihku, bukan Ve yang super cerewet.
Comments
Post a Comment
Kebebasan berpendapat itu,mulai sejak ini kamu berkomentar