Secepat Itu Kah ?
Reuni SMA.
Mungkin
adalah hal yang aku tunggu akhir-akhir ini. Bertemu dengan teman lama, sahabat
lama, serta yang paling penting adalah ...
Veranda.
Entah
bagaimana sekarang wujudnya dia. Masih sempurna kah seperti dulu ? Ah aku
pikir, dia memang selalu ditakdirkan untuk berwujud sempurna.
Jelas, aku
masih hafal betul dengan bentuk kedua matanya. Bagaimana kedua alisnya
melengkung. Bibir tipis nya yang mampu membuat senyuman manis, serta rambutnya
yang begitu lembut aku raba.
Pokoknya
semua serba sempurna. Tak terkecuali hatinya yang begitu baik pada semua orang.
Hingga
sampai kemudian, hari reuni tersebut tiba.
Aku mengenakan kemeja yang paling
aku suka. Celana panjang yang rapi, serta tatanan rambutku yang terbaik. Tak
lupa juga menyemprotkan minyak wangi ke tubuhku dan mengenakan aksesoris gelang
pada pergelangan tangan.
Ya semua
itu aku lakukan hanya untuk Veranda. Enam tahun hidup di tempat yang berbeda
membuatku sangat merindukannya. Bahkan komunikasi lewat sosial media pun tak
cukup memuaskan rinduku. Aku sungguh ingin bertemu.
Aku menuju ke tempat reuni bersama dengan mobil. Datang
dengan sepatu kesukaan, dan masuk ke dalam ruangan yang sudah penuh akan banyak orang.
Kupandangi lekat-lekat siapa saja di sana.
Ternyata sudah ada
Kai dengan jambulnya yang begitu menarik perhatian.
Ada juga
Suho yang masih terlihat tampan seperti dulu.
Luhan juga
dengan menggandeng seorang wanita.
Entah siapa wanita yang dibawa Luhan ke sini. Mungkin dia kekasihnya, atau mungkin saudara
perempuannya? Akan aku tanyakan nanti.
Lalu ....
Di manakah Veranda ? Apakah dia belum datang ? Padahal acara akan segera di mulai.
Kalau begini, mana mungkin aku bisa tenang.
Kuputuskan untuk duduk
bersama dengan ketiga sahabatku - Kai, Suho, Luhan - . Kami berempat
bernostalgia bersama. Ditemani dengan segelas sirup, mereka bertiga melepas
tawa. Kecuali aku yang masih cemas dengan ketidakpastian Veranda.
Dia selalu
menjadi misteri buatku. Bahkan sampai sekarang, dia lah alasan mengapa hatiku
berdetak cepat malam ini.
" Hai,
Kris. Kau terlihat tidak baik hari ini ? Ada apa ? " tanya Kai setelah
mendapati diriku melamun.
" Kau
mencari seseorang ? " sambung Suho menusuk.
Mendapat
dua pertanyaan tersebut, aku mencoba mencairkan suasana. Aku mencoba untuk tertawa.
"
Hahahaha. Tidak ada apa-apa. Aku baik-baik saja. "
Sedetik kemudian, dering suara ponsel terdengar oleh kami semua. Sontak membuat kami menatap ke arah ponsel Kai. Cepat-cepat Kai meraihnya dan
meminta ijin untuk menerima ponsel tersebut.
" Permisi sebentar, " ijin Kai pada kami semua. Aku mengangguk pelan, dan dia keluar dari ruangan.
Sementara itu, Luhan tampak sedang berbisik dengan wanita yang dibawanya. Tak ingin lebih berlarut dalam rasa penasaran, kuberanikan diri untuk bertanya.
"
Luhan, apakah dia kekasihmu ? " tanyaku penasaran pada Luhan, sembari
mataku menuju ke arah perempuan di sebelahnya.
" Ya, Kris. Bulan depan kami akan menikah, " jawab Luhan mantap, sembari mengumbar
kemesraan di depan kami.
Secepat itu
kah ?
Batinku
dalam hati.
"
Kapan kau punya kekasih, Kris ? " tanya Suho tiba-tiba, membuat aku
sedikit terkejut mendengarnya.
" Hah ? Aku ? Aku
pikir, karir lebih prioritas untukku saat ini, " jawabku mencoba terlihat
santai di depan mereka.
" Ya
semua orang yang tak punya kekasih pasti akan menjawab seperti itu, "
canda Luhan kemudian. Membuat mereka berdua tertawa. Begitu juga aku yang turut
menyemarakan tawa mereka. Meskipun terpaksa aku lakukan.
Melihat
suasana topik yang mulai menyudutkanku, aku memilih untuk meninggalkan mereka.
Tentunya dengan alasan yang sedikit berbohong.
" Aku
pergi keluar dulu sebentar. Ada telepon, " ujarku pada mereka dan pergi
keluar dari kafe tempat kami reuni. Mereka berdua mengangguk, dengan sisa tawa mereka di bibir.
Aku sungguh risih melihatnya ...
Kutarik pintu, dan kulangkah kakiku keluar dari cafe.
Belum
semenit aku berdiri di luar, aku melihat bidadari keluar dari mobil. Sosok yang paling
aku nantikan sejak tadi, akhirnya muncul juga.
Veranda,
dengan balutan kain yang sempurna. Kedua alis mata yang melengkung baik
tersebut tengah berjalan sendirian dengan elok. Membuatku tertenggun dengan langkah indahnya.
" Kris
... ? " sapanya di dekat pintu kafe.
" Ve
... ? " sapaku balik, membuatku terlihat konyol di matanya.
Ya, aku pasti sangat terlihat konyol. Seharusnya aku menanyakan kabarnya langsung, atau setidaknya menjabat tangannya yang mungil.
"
Kenapa tidak masuk ? " tanyanya.
"
Mencari udara segar, " jawabku bohong.
Padahal jelas-jelas sedari tadi aku menantinya di
sini.
"
Baiklah kalau begitu, aku masuk dulu ya. "
Dia masuk
ke dalam dan meninggalkanku yang tengah berdiri di luar.
Sekali lagi aku harus menyebut diriku Bodoh!
Seharusnya
aku menemaninya masuk, atau mungkin menggandeng tangannya ke sana.
Tapi entah kenapa diriku memang selalu saja bodoh jika berurusan
dengannya.
Mungkin
itulah alasanku kenapa sampai sekarang dia begitu dingin. Tak pernah bisa menarik hatinya.
Veranda,
sampai kapan diriku terus menyembunyikan perasaanku padamu ?
" Kris
! " suara dari jauh terdengar. Terlihat Kai berlari dari arah luar
memanggilku.
"
Apakah kekasihku sudah datang ? " tanya Kai tiba-tiba, membuatku
mengangkat sebelah alis.
"
Kekasih ? Mana aku tahu kau punya kekasih? "
"
Veranda. Apa dia sudah datang ? " ujarnya kemudian membuat hatiku seperti
jatuh ke lambung.
"
Jessica Veranda ? " tanyaku.
Dia
mengangguk mengiyakan.
" Ah,
sepertinya kau baru mendengar kabar ini, " ujar Kai sembari tertawa kecil dan menepuk
pundakku. Hatiku semakin tak karuan.
" Kami
sudah berpacaran dua tahun ini. Dia teman sekantorku. Siapa sangka hal tersebut
akan terjadi, bukan? " jelasnya dengan semangat, masih dengan menepuk pundakku.
" Kau bahagia? " tanyaku dengan hati yang hampir rapuh.
" Jelaslah aku bahagia. Apalagi minggu depan kami akan menikah. Jangan lupa datang ya ! " kata Kai
membuat jantungku jatuh kembali. Hatiku remuk di saat itu juga.
Oh Veranda
.....
Secepat itu kah ?
Comments
Post a Comment
Kebebasan berpendapat itu,mulai sejak ini kamu berkomentar