Selamat Ulang Tahun Sinka
Sebuah bus baru saja berhenti. Tepat
di sebuah bundaran stasiun yang terletak cukup jauh dari tempatku. Segera saja,
setelah aku mendengar berita tersebut, aku bangkit dari kursi tunggu.
Kemudian pergi berjalan mendekati bus
di sana, sembari tetap mengunci tatapanku yang tertuju pada sebuah pintu bus
yang akan segera dibuka.
Suhu tubuhku dingin, tubuhku terasa
ringan, dan ujung jariku tampak gemetar. Rasanya sungguh aku belum siap untuk menemuinya
sekarang. Karena memang, kami sudah dua tahun tak pernah bertemu, jadi wajar
jika aku gugup untuk melakukannya kembali.
Namun, keinginanku sudah terlanjur bulat.
Tahun ini aku harus menemuinya kembali. Karena ada sesuatu hal yang harus aku
berikan, sebelum dia bertemu dengan orang lain di kota ini.
Ya, aku bertekad untuk menjadi orang
pertama yang menyapanya di kota kelahiran kami berdua.
Kota Jakarta.
Tak lama kemudian, sosok tersebut muncul.
Gadis berambut panjang dengan mata yang indah berpola panda tersebut tengah
keluar dari pintu bus di sana.
Kemudian dengan langkah pasti, dia
berjalan mendekatiku. Membuat goyangan rambut yang mampu membius tubuhku yang lemah.
Ya Tuhan, kenapa hanya dengan
berjalan saja dia sudah membuatku jatuh cinta ?
Aku menunggu, berdiri di tempatku.
Dia berjalan, dengan langkahnya di sana. Senyumnya mengembang, bagaikan penawar
rasa lelah menunggu di stasiun ini. Matanya yang indah, bagaikan secangkir kopi
penghilang kantuk yang menyiksa.
Koper yang ditariknya semakin
medekat. Sampai kemudian tubuhnya berhenti di depanku.
Tepat di wajahku, sampai-sampai aku
hampir pingsan dibuatnya.
“ Kau menungguku ? “ tanyanya. Aku
mengangguk pelan.
“ Ah, aku jadi merepotkanmu. “
katanya kemudian. Membuatku agak tersipu juga.
“ Tidak. Kamu sungguh tidak
merepotkanmu, Sin, “ jawabku.
Lalu, terdapat hening di antara kami.
Begitu juga dengan aku yang ikut menyemarakan heningnya. Mata kami dengan
tenang saling bertatapan, di bawah terik matahari pagi yang menyenangkan.
Sungguh aku sudah sangat jatuh cinta
dengan Sinka.
“ Mari kita pulang, “ ajaknya,
sembari menawarkan tangan untuk digenggam. Ditambah dengan senyum tipisnya yang
membuatku ingin segera mengajaknya pergi ke suatu tempat.
Ya, rencananya aku ingin membawanya
ke suatu tempat yang memang sudah aku persiapkan sejak kemarin malam. Bahkan
aku rela tidak tidur semalaman hanya untuk mempersiapkan kejutan tersebut. Sebuah
kejutan ulang tahun kecil yang mungkin akan membuatnya berkesan di hari kelahirannya
ini.
Aku ingin dia jatuh cinta padaku.
Namun saat aku hendak menggandengnya.
Sesuatu yang aneh terjadi.
Entah kenapa tanganku tiba-tiba saja tak
bisa memegangnya. Jarinya yang lentik tersebut tak bisa aku mainkan seperti
dulu.
Tanganku tembus dengan semua organ tubuh
yang dia punya. Berulang kali aku coba, namun tetap saja tak bisa.
Selalu saja tembus.
Tak bisa aku pegang.
Kemudian dari dadaku tiba-tiba keluar
sebuah tangan laki-laki yang mengambil alih tangan Sinka. Dia menembus dadaku
dan menarik tangan Sinka pergi meninggalkanku.
“ Sinka ? Sinka ! “ panggilku keras.
Namun dia tak menoleh. Dia tetap pada
langkahnya, bersama laki-laki tersebut.
Aku terkejut.
Aku terheran.
Ku pandangi lekat kedua tanganku yang
aneh ini.
Sampai kemudian, aku tersadar bahwa
kakiku sudah tak menapak tanah lagi. Dengan kedua mataku aku melihat sendiri
bahwa diriku melayang di udara.
Segera saja aku menoleh ke belakang,
dan kudapati tubuhku sudah terbujur kaku di ruang tunggu.
Aku tertidur dan mati dalam waktu
bersamaan.
Selamat Ulang Tahun Sinka.
Semoga kau bahagia dengannya.
Comments
Post a Comment
Kebebasan berpendapat itu,mulai sejak ini kamu berkomentar