Rencana di Ruang Tamu
Lagi-lagi, ketukan itu
terdengar. Ketukan yang hampir setiap hari mengusikku saat senja sudah mulai
bergerak ke ufuk barat. Sedetik kemudian, aku melirik jam yang melingkar di
tanganku. Tak butuh waktu lama untuk menyimpulkan sosok yang hadir di balik pintu
tersebut. Itu pasti dia, Sinka yang kebetulan memang rumahnya bersebelahan
denganku. Dengan langkah gontai, aku membukakan pintu untuknya.
" Hai...
" sapanya ceria, tepat saat aku masih di ambang pintu.
" Sudah
kuduga, pasti kau, Sin. " dia nyengir, kemudian tanpa basa-basi dia masuk
begitu saja ke dalam rumahku. Memang, dia sudah menganggap rumah ini seperti
rumahnya sendiri. Setelahnya dia duduk dan kemudian memasang muka sedih.
Seperti biasa, dia memancingku untuk menanyakan sesuatu padanya.
" Ada apa?
kok manyun gitu sih? " tanyaku dengan sedikit melempar senyum kebosanan.
"
Kresna.... " sudah kuduga dia akan menceritakannya lagi padaku.
" Kresna
kenapa lagi? " tanyaku lagi.
" Kresna
tuh nyebelin banget. Masa' tadi dia berani bentak-bentak aku di mobil. " terangnya
" Mungkin
kamunya kali yang nyebelin. " celetukku begitu saja.
" Enggakk..
tadi tuh emang Kresna yang nyebelin. Tadi aku lihat sendiri dia tuh lagi
modusin cewek lain gitu deh di Mall. Tapi dia nggak mau ngaku. Masih ngotot aja
nggak mau ngalah. ",tambahnya lagi membuat mataku yang ngantuk menjadi
semakin ngantuk lagi.
" Tapi kamu
masih mau kan berhubungan sama dia? " dia hanya mengangguk sembari
senyumnya melebar.
" Itulah
bodohnya kau, Sin. Sudah beberapa kali disakitin sama Kresna, tapi tetap saja
memilih ngelanjutin hubungan itu. Tolong dong jaga perasaanku, Sin. " tegasku padanya.
Dia tercengang
kaget. Aku tahu dari tatapannya yang tajam ke arahku. Sejajar dengan itu, aku
menurunkan pundakku, aku mencoba untuk mencairkan emosiku yang meluap.
" Jadi.....
" katanya tak selesai. Matanya masih melongo ke arahku.
" Iya... aku
sudah gak sabar ingin balas dendam sama Bajingan itu. " kataku, kali ini
dengan nada rendah.
" Ya Allah. Sabar
dong, sayang. Aku janji deh, secepatnya akan aku buat dia bertekuk lutut di
hadapanku. " sahutnya sembari tangannya mengusap dadaku yang panas.
Sesaat kemudian, jantungku berdetak kencang.
" Terus? "
" Terus aku akan
menciummu tepat di depannya. Biar buaya itu tahu gimana rasanya sakit hati.
" tambah Sinka membuat jantungku semakin menggebu.
" Kenapa gak
sekarang aja? " godaku. Dia mencubit perutku, lalu tertawa di ruang tamu.
Comments
Post a Comment
Kebebasan berpendapat itu,mulai sejak ini kamu berkomentar