Posts

Showing posts from September, 2012

Sempat Memilikimu

Image
Ku pikir kaulah hidupku. Yang kan membawaku dalam kesucian cinta. Terikat dengan janji setia, sehidup dan selamanya. Namun, hari ini kau membuat itu rusak. Harapan yang sempat kau berikan, ternyata itu adalah abstrak. Tak jelas dan belum tentu kan nampak. Mengapa kau harus pergi? Meninggalkan dunia dan seisi. Termasuk aku yang telah kau lukai, dan terlanjur mencintaimu sampai mati.  Bukankah kau tahu? Bahwa aku cinta kamu. Ku berikan segala apa yang kamu mau. Selagi itu tak menyebabkan kebaikan dan keburukan beradu.  Bisakah kau datang sekali lagi? Bersandar di pundak ini. Bercerita sesuka hati, hingga larut malam nanti. Namun, aku tahu. Itu tak akan terjadi. Walaupun begitu, aku sempat memilikimu. 

Secarik Kertas Penuh Harapan

Image
Penat sekali waktu itu. Seperti pertengkaran cinta yang tiada pernah ada akhirnya. Aku mencoba merebahkan tubuhku dan bersandar di dinding depan kelas. Sesekali ku menatap kiri dan kanan, dan tak ada manusia yang datang. Memang, bel tanda sekolah berakhir sudah lama dikumandangkan. Dan aku masih duduk di sini, sembari menatapi jalannya arus linimasa di twitter.

Pengusap Air Mata

Image
Malam yang kelam. Seperti sepinya makam, dan hembusan angin yang serasa begitu mencekam. Tak ada yang bisa kulakukan kecuali menatapi bintang. Becermin kepada langit dan menatapi rupa yang begitu malang. Malang nian nasibku, begitu juga dengan hatiku. Hati yang seperti robot dan kaulah pemiliknya. Pemilik yang selalu menggunakan aku kala kegundahan menerpamu. Kesedihan yang begitu pekat, hingga kau datang mendekat. Dengan membawa genangan air yang hampir menetes dan merambat.  Air mata yang merambat itu bagaikan tugasku. Mengusapnya, sementara kau mencurahkan kesedihanmu.  Ku usapkan seperti mengusap bola kristal di tengah-tengah kemiskinan. Dan setia mendengarkan curahanmu yang begitu pahit untuk dirasakan.  Namun kesedihanmu itu tak seburuk dibanding kesedihanku. Yang selalu mengusapkan air matamu dan melihat kau terluka bersamanya. 

Sekali Ini saja

Image
Janji pernah kita dendangkan. Bulan menjadi saksinya. Malam itu memang membahagiakan, namun tidak untuk malam ini. Aku kebingungan, serentak berkata "Kenapa kamu putuskan hubungan ini?" Kenapa? Aku yakin, kau takkan lupa malam itu. Malam-malam yang telah memberi kita petunjuk, bahwa kaulah yang pendamping hidupku. Bahwa kaulah jodoh dan sebagai cinta terakhirku. Namun, keyakinanku salah besar. Kita bukan jodoh. Kau bukanlah cintaku, apalagi cinta terakhirku. Bukan sama sekali.  Aku tak bisa menyalahkanmu, hanya karena kebosanan menimpamu. Yang ku bisa hanyalah merelakanmu, namun tidak untuk membencimu.  Tak bisa ku membencimu. Tak bisa ku melupakanmu. Bolehkah aku mencintaimu? Sekali ini saja. Agar sakit yang melekat di hati, tak menjadi luka yang abadi. 

Senja Di Pantai

Image
Tampak Desy tengah berjalan dengan seorang pria. Menuju hamparan pasir pantai yang terlihat indah karena senja. Pria itu kekasihnya? Bukan. Dia adalah sahabat terbaiknya. Namanya Rudi. Hampir setiap sore mereka selalu mengunjungi pantai di kotanya. Melihat indahnya senja, sembari menceritakan semua hal tentang cinta. Setelah sampai, lalu mereka duduk berdampingan.

Kebiasaan Remaja Galau

Image
Kamu galau? habis putus sama pacar ya? atau kamu lagi ngarepin gebetan? atau baru diajak curhat sama gebetan? Yang jelas, hampir semua remaja jaman sekarang galau karena itu. Remaja yang galau itu biasanya dia tampak murung. Seharian mikirin mantan ataupun gebetan.

Sesungguhnya Aku Masih Cinta

Image
Siang itu, aku sedang duduk di halte. Menanti datangnya bus untuk pulang ke rumah. Tiba-tiba, datanglah seorang wanita yang wajahnya masih cantik dan tak berubah sedikit pun dari wajahnya dulu saat masih menjadi kekasihku.

Waktu Yang Tepat Untuk Berpisah

Image
Hari ini adalah hari terburuk dari hari lainya. Hari dimana menggenggam tanganmu itu adalah sebuah anugrah terbesar dalam hidupku. Anugrah yang nantinya bakalan dilarang untuk dilakukan ulang. Sebelumnya kita telah lama membicarakan masalah keyakinan yang berbeda ini. Lalu bernegosiasi dengan orang tuamu dan hasilnya nihil. Orang tuamu memilih kita tuk berpisah. Apakah keyakinan harus dibicarakan?  Apakah keyakinan harus dipermasalahkan? Dan Apakah keyakinan harus memaksa kita untuk berhenti sampai disini? Bulat sudah keputusan bapakmu. Dan tak ada lagi negosiasi terulang bersamanya. Sekarang, tinggal pasrah lah yang menjadi pilihan terakhirku. Dan merelakanmu adalah senjata terbaik untuk menghadang kegalauan. Biarkan taman ini, menjadi saksi cinta kita. Saksi akan gugurnya sebuah jalinan yang luar biasa.  Kini ku lepaskan genggamanku. Dan langkah kakinya semakin menjauh seiring pertambahan waktu. Dia tak lagi menoleh. Menoleh dengan tatapan segalan...