Pengusap Air Mata
Malam yang kelam. Seperti sepinya makam, dan hembusan angin yang serasa begitu mencekam. Tak ada yang bisa kulakukan kecuali menatapi bintang. Becermin kepada langit dan menatapi rupa yang begitu malang.
Malang nian nasibku, begitu juga dengan hatiku. Hati yang seperti robot dan kaulah pemiliknya. Pemilik yang selalu menggunakan aku kala kegundahan menerpamu. Kesedihan yang begitu pekat, hingga kau datang mendekat. Dengan membawa genangan air yang hampir menetes dan merambat.
Air mata yang merambat itu bagaikan tugasku. Mengusapnya, sementara kau mencurahkan kesedihanmu. Ku usapkan seperti mengusap bola kristal di tengah-tengah kemiskinan. Dan setia mendengarkan curahanmu yang begitu pahit untuk dirasakan.
Namun kesedihanmu itu tak seburuk dibanding kesedihanku. Yang selalu mengusapkan air matamu dan melihat kau terluka bersamanya.
Comments
Post a Comment
Kebebasan berpendapat itu,mulai sejak ini kamu berkomentar