First Bestfriend [ Part 2 ]
“
Iya, Nay. Nggak ada seorang pun yang bisa memisahkan kita.”
Aku mengganguk mengiyakan dalam hati. Meresapi semua kata yang telah
diucapkan oleh sahabatku itu. Benar juga katanya, tak ada yang bisa memisahkan kita berdua
selain suratan takdir dari Tuhan.
Tapi aku yakin, walaupun Tuhan memisahkan kita berdua pun, hati kami
masih tetap pada satu sama lain. Karena aku sudah terlanjur menyayangi Kinal, dan
begitu juga dengan Kinal yang mungkin sudah menyanyangiku sejak kami bertemu.
Tapi entahlah, aku tak tahu betul kebenaran yang ada dalam
hatinya. Apakah rasa sayangnya memang setara
dengan rasa sayangku, atau mungkin lebih?
Aku pikir iya, karena sejak dia pindah ke sini, dan bertempat duduk di
sebelahku kita sudah melalui banyak hal dengan baik, dan tentunya dengan
bersama-sama.
Aku yakin dia sangat menyayangiku. Bahkan lebih dari rasa sayangku
padanya.
Hatiku terus saja bergejolak dengan berbagai pertanyaan. Hingga
membuatku tersadar bahwa aku sedang melamun sekarang. Aku melihat ke arah wajah
Kinal yang tersenyum. Seolah-olah wajahnya menjawab kebimbangan bahwa dia
memang tidak ingin kehilangan diriku.
“ Nah gitu dong. Senyum, jangan cemberut mulu. Nanti cepet tua lho, “
ucapnya membuatku semakin melebarkan senyuman.
“ Iya, cepet tua kaya kamu, “
“ Heh! “ sanggahnya sembari melebarkan senyum. Membuat deretan giginya terlihat
jelas.
Beberapa saat kemudian, pesanan kami datang. Mas Sidiq dengan lihai
menata pesanan kami di atas meja. Dua
gelas jus strawberry dan semangkok bakso telah berdiri dengan rapi di atas meja
yang kami tempati.
“ Silakan bermesraan, “ ucap Mas Sidiq dengan senyum.
“ Makasih mas Sidiq, “ balas Kinal.
Benar bukan ? Kami berdua memang sudah terkenal seperti sepasang
kekasih oleh orang lain. Bagaikan dua sejoli yang selalu bersama di manapun
berada.
Aku mengaduk sebentar jus strawberry milikku, begitu juga dengan Kinal yang
mengambil sendok dan garpu di depannya.
Matanya membulat seperti tak sabar ingin menghabiskan bakso yang sudah
sangat menggoda di atas meja.
“ Itakadimasu, “ ucap Kinal, sembari menikam bakso dengan garpunya.
***
Seperti biasa, di pagi hari dalam balutan langit yang cerah, aku
menjalani kegiatan sekolah dengan penuh semangat.
Bagaimana tidak ? Keberadaan Kinal yang selalu ada di sampingku sering
membuatku tertawa di kelas. Sehingga membuat kehidupanku di sekolah terasa
menyenangkan.
Padahal sebelumnya aku bukanlah tipe siswi yang gemar tertawa ataupun
gaduh di kelas, bahkan bisa dibilang ‘cupu’ dan pendiam. Namun semenjak siswi
berambut sebahu itu pindah ke sekolahku, hidupku berangsur membaik menjadi
sekarang ini.
Bel tanda masuk berbunyi. Semua siswa segera saja masuk ke dalam kelas.
Tak terkecuali aku yang sudah sejak 30 menit lalu duduk bersama Kinal di salah
satu bangku yang terletak di sudut ruangan.
Tak butuh waktu lama untuk kami menunggu jam pertama dimulai, sekitaran
semenit setelah bel berbunyi, Bapak Yamada melangkah masuk ke dalam kelas
sembari membawa tas hitam kesayangannya.
Namun, untuk kali ini berbeda. Beliau tidak langsung duduk di kursi
guru, melainkan berdiri tegap menatap ke arah kami seperti hendak mengucapkan
sesuatu.
“ Sebelum kita mulai pelajaran bahasa Jepang, bapak punya pengumuman
untuk kalian semua, “ ucap bapak Yamada yang diikuti riuh para siswa.
“ Hari ini kita kedatangan siswa baru. Jadi semuanya harap diam dulu, “
Sontak saja, membuat para siswa mengalihkan pandangan mereka ke arah
pintu kelas. Begitu juga dengan aku yang cukup penasaran dengan sosok yang akan
menjadi penghuni baru kelas kami.
Namun tidak bagi Kinal, dia malah asyik menggambar sesuatu di buku
catatannya.
“ Bagus kan, Ve ? “ tanya Kinal sembari memperlihatkan hasil
gambarannya ke arahku.
“ Ssst … “ ingatku membuat wajahnya muram.
Sedetik kemudian, sosok yang dinanti pun datang. Setelah bapak Yamada
mempersilakannya masuk, dirinya melangkah ke dalam kelas dengan tubuhnya yang
tegap. Langkahnya yang cukup terbilang
ragu tersebut perlahan membawanya mendekati guru bertubuh tambun yang tengah
menatap ke arahnya.
“ Sekarang perkenalkan dirimu ke kelas, nak “ perintah Bapak Yamada
kepada laki-laki yang baru saja mendekatinya.
Siswa baru itu mengangguk pelan dan mengalihkan lagi pandangannya ke
arah siswa yang sudah diam menunggu namanya.
“ Perkenalkan, nama saya Kris. Saya berasal dari Jakarta. Salam kenal,
“ ucapnya sembari tersenyum.
Senyuman yang membuat kelopak matanya menyipit lucu dengan sendirinya. Senyuman
yang mampu membius hati beberapa siswi yang tampak kegirangan saat melihat
pemandangan tersebut.
Terlebih lagi dengan hidung mancung yang kokoh di wajahnya, membuat
pesonanya terlihat sangat menggoda. Membuat banyak siswi yang ada di ruangan
kelas tersebut – mungkin - seketika menaruh hati padanya.
Bahkan aku sendiri saja juga mengakui bahwa senyuman yang baru saja dia
lemparkan sangatlah manis untuk dilihat. Membuat pundakku sedikit goyah
melihatnya.
Tapi entahlah bagi Kinal, dia masih sibuk dengan pensil dan buku
catatannya. Seakan tak peduli dengan siswa baru yang cukup mempesona tersebut.
Tanpa disadari aku menyunggingkan senyum. Senyum yang seolah tak
beralasan, dan sejalan dengan itu tatapan siswa baru berkulit putih tersebut
mengarah kepadaku. Membuatku sedikit terkejut dengan tatapan matanya yang mendadak
menusuk hati. Membuatku sedikit menahan nafas saat bertatapan dengan matanya.
Oh tidak. Dia tersenyum ke arahku. Kedua matanya menyipit lucu. Aku
menahan pundakku untuk tidak goyah.
“ Sekarang kamu duduk di sana, “
ucap Bapak Yamada seraya menunjuk salah satu tempat yang kosong.
Bangku sebelah kiriku.
Sontak saja membuaku gugup saat langkahnya yang tegap itu perlahan
menghampiri bangkunya. Membuat aliran darah dalam tubuhku seperti mengalir
dengan cepat.
Ah tidak, mengapa dia begitu lucu dengan senyumannya ?
***
Bel istirahat berbunyi, sebagian besar siswa memilih untuk keluar dari
kelas. Begitu juga dengan aku dan Kinal yang memilih kantin untuk menjadi
tempat kami berdua bersama.
Seperti hari-hari sebelumnya, kantin di sekolahku memang selalu saja
rame. Namun tetap saja menyisakan satu tempat kosong untuk kami berdua mengisi
waktu istirahat.
“ Ve, nanti ke toko buku yuk ! “ ajak Kinal setelah menyesap sedikit
jus strawberry dari gelasnya.
“ Beli komik lagi ? “ Kinal mengangguk.
“ Soalnya yang seri terbaru udah keluar, temenin ya? “ mohon Kinal.
Kedua matanya memandangku penuh harap.
Melihatnya dengan raut wajah seperti itu membuatku sulit untuk
menggeleng tidak.
Kinal tersenyum, ujung bibirnya tertarik berlawanan. Sungguh aku sangat
senang sekali melihat senyum tersebut. Merah muda bibirnya selalu saja
menggoda.
Tapi entah kenapa untuk kali ini berbeda. Tepat saat aku melihat senyuman
Kinal, tiba-tiba bayangan senyuman seorang
laki-laki terbesit begitu saja di pikiran.
Senyuman seorang laki-laki yang begitu lucu dan menawan.
Siapa lagi kalau bukan Kris? Siswa baru tadi pagi.
Pundakku sedikit goyah tadi saat melihat caranya tersenyum. Lengkuk bibir
yang mendorong kedua alisnya menyatu membuat wajahnya terlihat lucu. Membuatku
tak sadar telah tersenyum di bangkuku saat melihatnya dengan senyuman.
Apalagi kedua matanya yang hampir menghilang saat dia melakukannya di
kelas, membuat simpulan dari semburat wajahnya bahwa dia benar-benar tampan.
Ah tidak, baru kali ini aku melihat laki-laki semenarik itu.
“ Kok senyum-senyum sendiri, Ve ? “ Kinal menepuk pundakku. Membuyarkan
kepingan puzzle senyuman Kris yang sempat tersusun di pikiran.
“ Oh, Nggak papa, “ kataku lembut, sembari menyesap jus strawberry yang
sedari tadi masih penuh di meja.
Belum sempat aku menelan jus milikku, tiba-tiba saja seseorang telah
mendekat. Berdiri di samping meja kami, dengan perawakannya yang tinggi.
“ Kris? “ desahku pelan.
Aku mendongak ke atas melihat wajahnya yang bersih itu tengah menghadap
ke arah kami berdua. Menatap wajahku dengan seyumannya yang sungguh mematikan.
Oh tidak, kenapa dia melakukannya lagi.
“ Hai, boleh gabung? “ tanyanya sembari memperlihatkan telapak tangan.
Aku masih mendongak ke atas melihat wajahnya yang aku anggap lucu itu mengarah
ke kami. Pandanganku masih tertenggun ke arahnya.
“ Boleh kok, “ jawab Kinal, seraya menggeser tubuhnya ke samping.
Memberikan tempat untuk Kris.
“ Salam kenal, kalian satu kelas sama aku kan? Nama Aku Kris, “ ucapnya
seraya menyodorkan telapak tangan.
“ Ve, “ kataku singkat sembari menyambut telapak tangannya.
“ Aku Kinal, selamat datang di sekolah kami, “ kata Kinal ceria sembari
juga menyambut telapak tangannya yang halus.
Sepertinya Kris memang tipe laki-laki yang gemar merawat dirinya.
Bahkan tak ada sedikitpun kekurangan yang terlihat dari wajahnya yang putih
tersebut.
Tak ada alasan bagiku untuk menyebutnya ‘ jelek ‘. Tak ada celah
kekurangan yang tampak saat aku melihat wajahya sedekat ini.
“ Tadi nggak sengaja denger, katanya kalian mau ke toko buku ya ? “ Kris
menatap ke arah kami bergantian.
Kami berdua mengangguk kompak.
“ Mau ikut ? Ikut aja, “ ucap Kinal dengan senyum
“ Beneran ? “
“ Iya, nggak papa kan Ve ? “ pandangan Kinal sontak teralihkan ke
arahku. Kedua matanya menunggu bibirku menjawab.
“ Iya, nggak papa. Kita malah seneng kok, “ jawabku dengan senyuman.
Senyuman yang aku coba semanis mungkin darinya.
“ Wah, kalau gitu pakai mobilku aja? “ usul Kris, seraya mengeluarkan
kunci mobil dari saku bajunya.
Melihat Kris mengeluarkan benda tersebut, terang saja membuat kami
berdua terkejut di tempat. Baru kali ini aku melihat seorang siswa berani
membawa mobil ke sekolah sendirian.
“ Hah? Kamu bawa mobil sendiri? “ tanya Kinal pada Kris yang mengangguk
pelan.
“ Eits, tapi tenang, aku udah punya SIM kok, “ terang Kris memperjelas.
Membuat hatiku sedikit lega. Padahal bukan jaminan juga.
“ Okedeh, sepulang sekolah kita langsung pergi ke sana. Setuju ? “ ujar
Kinal dengan raut wajahnya yang sudah tidak sabar lagi dengan komik favoritnya.
“ Setuju, “ jawabku dengan Kris kompak. Seraya saling mengadu senyuman
antara aku dengannya. Tak lupa juga dengan kedua mata kami yang spontan menatap
satu sama lain.
Oh tidak, kenapa Kris melakukannya lagi? Lirikan itu, senyuman itu.
Aku sesak nafas dibuatnya.
Comments
Post a Comment
Kebebasan berpendapat itu,mulai sejak ini kamu berkomentar