Priceless
“ Maukah kau kembali ceria ? “
Jika saja kau perhatikan dengan
seksama. Gadis itu tampak sangat menarik untuk semua pria. Tampak sangat pantas
untuk mendapatkan semua pria tampan di dunia ini, dengan balutan rambut panjang
sebahu serta poni ciripa miliknya.
Namun, di balik silauan wajahnya yang
mempesona, hatinya menyimpan luka. Kenangan suram masa lalu membuatnya enggan
untuk mendongak ke arah cinta. Bersikap apatis dengan semua laki-laki itu
tindakan yang tepat baginya sekarang ini. Tak mau mendengar dan mempercayai
setiap gerakan manis yang terucap dalam bibir setiap pria.
“ Tidak ada cinta sejati di dunia ini.
Sekali lagi tidak ada! Tidak ada cinta sejati untuk wanita sepertiku,“ tegasnya
dalam setiap hembusan di bumi.
Cinta itu omong kosong, begitulah
kalimat yang sudah dia percayai benar dalam hati. Kalimat yang mewakili
perasaan hatinya semenjak sebuah lidah menggoreskan luka.
Gadis itu sadar, dia bukanlah gadis
yang pantas dibanggakan. Padahal sebenarnya banyak hal yang bisa dibanggakan
darinya. Mulai dari wajahnya, hidungnya, kedua alisnya yang menggores elok,
bahkan semangatnya kini yang masih tetap setia menunggu pembeli membuatnya pantas
dibanggakan. Membuat derajat gadis penjual bunga tabur tersebut setidaknya naik
untuk sepersekian tingkat.
Dirinya duduk di salah satu sudut jalan,
menghadap bunga tabur di depannya. Menghela nafas lelah seraya menunggu calon pembeli
yang sudi membeli barang dagangannya.
Setiap kali dia mendengar langkah
mendekat ke arahnya, dia berucap dengan nada memaksa.
“ Bunga tabur, bunga tabur. Murah-murah,“
Begitu terus dia berucap kepada
khalayak yang lewat. Meskipun dia tahu, apa yang telah dia lakukan selama ini tak
jarang mendapatkan nihil. Orang-orang akan masa bodoh dan lewat begitu saja.
Dia tahu, dengan salah satu sisi
otaknya mengerti bahwa setiap usaha tak selamanya membuahkan hasil yang baik. Ada
kalanya hal buruk akan menimpanya seperti sekarang, dan membuatnya harus
menghembuskan beribu kali nafas lelah dalam tubuhnya.
Ya, dia tahu itu, segala aspek dalam kehidupan
dia pelajari dengan benar.
Namun, ada satu hal yang harus dia
pelajari lagi, yaitu keberadaan seorang laki-laki yang sedari tadi memandangnya
dari kejauhan. Memandang penuh arti dengan tatapan rindu ingin bertemu.
Laki-laki itu bernama Tao, yang sudah dua
tahun ini tak pernah lagi bertemu dengannya. Semenjak dirinya - Tao - menempuh
pendidikan di Kanada, tak ada lagi kesempatan baginya untuk menyapa gadis tersebut.
Padahal awalnya dia gemar bertemu dan mengunjungi
setiap hari, namun semua berubah dengan cepat begitu saja. Bahkan lebih cepat
dari hari di kalender.
Tao mendengus pelan, seraya mengamati
sepasang sepatunya yang kusam. Tapi itu bukanlah suatu masalah, karena yang
terpenting sekarang adalah bertemu dengan gadis yang sudah lama dia tinggalkan.
Lebih tepatnya terpaksa dia tinggalkan.
“ Bunga tabur, bunga tabur. Silakan, “
ucap si gadis spontan saat Tao memberikan derap langkahnya mendekat ke arah si
gadis.
“ Berapa ? “ tanya Tao lembut, diiringi
dengan senyuman penuh kerinduan.
Sontak, sedetik setelah bibir Tao
menutup, raut wajah si gadis berubah. Senyum yang tadinya terselip dari kedua bibirnya,
seketika menjelma sebuah muram kebencian.
Dia terdiam dan membiarkan hening yang
cukup lama. Membiarkan laki-laki di depannya memandang bingung.
“ Nal ? “
“ Pergi saja kau dari sini, “ dia
mendongak tepat ke arah wajah Tao. Berucap usiran penuh kebencian.
Tao tepat. Tebakannya tidak salah. Kejadian
dua tahun lalu masih tersimpan di hati Kinal. Melekat erat dalam ingatannya.
“ Dengarkan aku dulu, “
“ Apa lagi, Tao ? Kau pikir dengan
kedatanganmu sekarang ini membuatku memaafkanmu ? “
Gadis tersebut terus saja berucap ketus
pada Tao. Namun Tao tetap sudi menyunggingkan senyuman. Setidaknya gadis
tersebut masih mengingat namanya.
“ Tapi aku sangat mencintaimu, “ katanya
berlutut merapat di samping tubuh Kinal, membuat gadis dengan balutan jaket
tebal tersebut sedikit gusar dengan tingkah Tao.
“ Menjauhlah, “ ucap Kinal seraya
mencoba mendorong tubuh Tao. Walau sebenarnya dia tahu bahwa itu tidak akan
berhasil. Tubuh Tao terlalu kuat untuk kedua tangannya yang mungil.
Tao mempertahankan genggamannya. Kedua
tangannya kini meraba seluruh tangan Kinal yang tak pernah berubah dari dulu.
Masih halus rasanya saat dia meraba jemari yang lentik tersebut.
“ Tolong, maafkan aku. Terima lah aku
sekali lagi. Aku tahu kau masih mencintaiku kan ? “ kata Tao memohon, seraya
menatap kedua matanya yang tampak sudah berkaca-kaca. Membuat linangan air mata
mengambang di matanya.
Sedetik setelah mata Kinal tak bisa
membendung air matanya, saat air mata tersebut terjun ke atas pipinya, dia
memeluk Tao dengan erat.
“ Aku memang masih mencintaimu, Tao, “
ucapnya dengan sesenggukan. Pelukannya sangat erat sekali, bahkan lebih erat
dari pertama memeluknya. Tao membalas pelukan gadis yang dia cintai tersebut dengan
erat juga. Seperti tak ingin melepas antar satu sama lain.
“ Aku yakin kau pasti masih
mencintaiku, Nal, “
“ Tapi … “
“ Apa lagi? Apa karena kau buta, lantas
aku harus menjauhimu ? Tidak, Nal. Aku sangat mencintaimu. Bahkan jika kau
lumpuh sekalipun, aku akan tetap berada di sampingmu, “ kata Tao masih dalam
pelukannya.
Dia menyeka air matanya, seraya melepas
pelukan. Tao melihat kedua mata Kinal yang indah itu menatap kosong ke arahnya.
“ Aku tak akan bisa berbuat apa-apa
untukmu, Tao. Mama kamu pasti akan menghujatku dan memisahkan kita lagi, “ ucap
Kinal mencoba mengungkit kembali luka tersebut.
“ Siapa bilang kau tak bisa berbuat
apa-apa untukku ? Asal kau selalu tersenyum, itu sudah segalanya buat hidup
aku, Nal, “ terang Tao pada Kinal yang menatap kosong wajahnya.
“ Cause your smile is PRICELESS. “
Nb :
Jujur, awalnya saya bikin flash fiction
ini bukan untuk oshimen kesayangan. Tapi karena kejadian semalam yang entah
kenapa hati saya juga ikut tersayat melihat ironi tersebut, jadi saya mendekikasikan
flash fiction ini untuknya.
Ironi tersebut membuat dirinya merasa tidak
dihargai, padahal dirinya punya harga yang tak ternilai. Merasa tak
dibanggakan, padahal dirinya sangat kami banggakan.
Hingga membuat senyuman khas miliknya
menjelma menjadi sebuah senyuman yang sangat bukan miliknya. Senyuman yang
sungguh ternodai dengan rasa sedih dan rasa kecewa kepada seseorang yang telah
merendahkan dirinya.
Linangan itu masih membekas betul, saat
dirinya tampil di layar kaca. Mutiara matanya seolah membawa pesan bahwa dirinya
sangat ingin dihargai.
Karena dirinya juga manusia biasa. Yang
punya perasaan dan hati. Sama seperti manusia lainnya, yang pasti semua ingin pula
dihargai.
Lalu?
Mengapa diri ini peduli?
Karena hanya ada satu kalimat yang bisa
menjawab :
“ Her smile is priceless for me, even
for us “
Kami ingin kau tersenyum kembali , Nal.
Bahkan tertawa dengan nadamu sendiri.
Senyuman yang ceria dan tak ternilai
harganya. Senyuman yang tak ada sedikitpun keterpaksaan di dalamnya, dan sebuah
senyuman yang membuat kami semua bahagia.
Keluarga depi menginginkan kau kembali.
Semoga kau membaca pesan ini. :’)
#AingMahApaAtuh #CumaAjiRaenaldi
Tsakep!
ReplyDeletesuka NB nya deh
ReplyDelete