Please, Be On My Side.
Senyum itu melebar, tepat saat dia masuk dan menutup pintu mobilku. Aku
yang masih memegang kemudi, hanya dapat mengangkat sebelah alisku.
“ Kenapa? Senang sekali tampaknya, “ tanyaku, menggali alasan senyum
manis tersebut.
“ Ya, hari ini aku senang sekali. Pagi tadi aku berkenalan dengan
laki-laki yang sangat tampan, “ terangnya menatapku balik.
Senyum itu seperti tak sedikitpun surut. Matanya juga begitu semangat
membayangkan apa yang akan tengah dia ceritakan.
Aku melempar pandangku ke depan, dan kemudian menarik gas untuk
meninggalkan sekolah Veranda.
“ Namanya, Aaron. Sangat indah sekali matanya, “ katanya lagi, membuat
pundakku tak nyaman mengendalikan laju mobilku.
Sampai kemudian, dalam sepuluh menit di dalam mobil bersama Veranda,
aku menjadi ikutan mengenal sosok Aaron. Terlalu banyak kata yang diucapkan
Veranda tentang laki-laki yang baru dia kenal tadi. Membuat perjalanan
mengantar Veranda ke rumahnya terasa begitu lama.
Hingga mobil kuhentikan tepat di depan rumahnya.
“ Terima kasih, Nay. Selama ini aku terlalu merepotkanmu, “
“ Ah, tidak apa-apa, itulah gunanya teman, bukan ? “
“ Besuk aku akan berangkat bareng Aaron, jadi kamu tidak perlu
menjemput lagi. Bye. “
Dia menutup pintu mobilku begitu saja. Tanpa mendengar sedikitpun isi
hatiku yang tengah berteriak ..
“ Can you always be on my side ? “
Nb : Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku
Nb : Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku
Comments
Post a Comment
Kebebasan berpendapat itu,mulai sejak ini kamu berkomentar