Aku Kangen Kamu
"Sudah sampai, "
Kalimat pertama yang dihembuskan Kinal saat dirinya sudah tiba di bandara. Setelah duduk mematung hampir 4 jam lamanya di dalam pesawat, akhirnya nafas leganya berhembus kembali di Jakarta.
Dilihatnya ke arah sekitar. Mencoba meyakinkan diri dan menggali memori di pikirnya bahwa dirinya memang sudah sampai di Jakarta. Sampai kemudian dia tersenyum tepat setelah matanya mendapati sosok gadis cantik yang telah berdiri menunggunya di sebuah kursi tunggu bandara.
Dia masih ingat betul siapa namanya
Kinal melingkarkan kedua tangan miliknya ke arah tubuh sahabatnya tersebut. Memeluknya erat dengan menumpahkan seluruh emosi rindu yang tertanam busuk di dalam hati.
Enam bulan berlalu tanpanya di Jepang memang sangatlah berat. Maka dari itu, Kinal berani untuk mengambil cuti setengah bulan agar rindu miliknya tersebut bisa terbayarkan.
" Kamu semakin cantik saja, " ucap Kinal bernada pujian.
" Kaum juga, Nay. Aku kangen kamu. " balas Veranda.
Percakapan beraroma rindu mengawali pertemuan mereka setelah lama tak bertemu.
Setelah berbincang sebentar, mereka berdua langsung menuju ke parkiran bandara.
Seperti rencana yang telah disusun sebelumnya, mereka berdua tidak akan langsung menuju ke rumah Kinal. Melainkan tempat di mana mereka akan bisa menggali nostalgia dulu saat mereka masih berseragam abu-abu.
Sebuah tempat di mana mereka sering menghabiskan waktu setelah jam sekolah usai, dan bercerita banyak sampai senja nampak.
Kafe Gingham Check, itulah namanya.
" Bagaimana studimu di Jepang ? " tanya Ve setelah menyesap secangkir susu coklat hangat.
" Syukurlah. Tak ada kendala sama sekali, " jawab Kinal mantap seraya sesekali melirik pemandangan yang disuguhkan oleh kaca jendela kafe di samping kirinya. Kericuhan jalanan ibu kota.
" Kapan kau akan menyelesaikan studimu di sana ? " tanya Ve kembali, dengan tatapannya yang lembut.
" Mungkin dua tahun lagi, " jawab Kinal diikuti dengan nafas kesal Ve.
" Kok lama sekali sih, " desah Ve, yang diikuti oleh senyum terkekeh Kinal saat melihat wajah Ve yang tiba-tiba saja murung di depannya.
" Memang. Tapi kamu harus sabar ya. Aku janji kok, setiap enam bulan sekali, aku akan ambil cuti kuliah. Demi ketemu kamu, Veranda, " ujar Kinal menggoda sembari mengusap bahu Ve yang ideal. Setidaknya membuat Veranda tenang.
" Janji ? "
" Janji . "
***
Dua minggu telah berlalu dan selama itulah kesempatan Kinal untuk menghabiskan waktu bersama Veranda sudah habis. Bagaimana pun juga, Kinal harus kembali ke negara bunga sakura. Meskipun rasa rindu mereka masih tersisa di jiwa.
" Ingat janjimu, " ucap Ve mengerung pandangan.
" Apa pernah aku mengingkari janjiku ? "
" Iya, Nay. Aku percaya kamu kok. Aku hanya khawatir saja, " jawab Ve dengan senyuman.
Mereka berdua kemudian berpelukan, sedetik setelah suara peringatan keberangkatan menggema di seluruh sudut ruangan. Lalu saling melambaikan tangan untuk keberangkatan Kinal yang harus kembali ke Jepang.
Perlahan seiring dengan detik yang berjalan, bayangan Kinal menjauh dari pandangan Ve. Sampai kemudian bayangan itu lenyap hilang tak membekas.
Kinal sudah pergi dan kembali harus belajar di Jepang, begitu juga dengan Veranda yang harus kembali tegar dan sabar menanti enam bulan ke depan.
***
Veranda duduk dengan lututnya yang sebenarnya sudah rapuh. Pundaknya berat sekali saat dirinya mengerti bahwa K.inal telah mengingkari janjinya
" Aku tidak menyangka kau akan mengingkari janjimu sendiri, Nay. " ucap Ve kepada angin, tertunduk lesu dengan nafas yang menggebu.
" Aku pikir kau akan menemuiku sesuai janjimu, tapi nyatanya sudah enam bulan lebih dan kau justru pergi meninggalkanku, " ucap Ve lagi untuk kedua kali.
Tubuhnya semakin berat saja. Dadanya semakin sesak. Sampai kemudian, Veranda menyerah. Air matanya menetes untuk kesekian kali. Menggariskan perasaan di kedua pipinya
Setiap kenangan itu teringat jelas di pikirnya, dia akan lemah tak berdaya. Tak akan kuat menahan rindu yang sudah enam bulan ini membayangi hatinya.
Sungguh dia ingin bertemu. Bagaimana pun juga dia sangat merindukan Kinal.
Tapi tetap saja, momen keberangkatan tersebut menjadi kunci penyesalannya. Menjadi sesal tersendiri yang selalu melekat di hatinya.
Andai saja, jika dia tahu bahwa Kinal tak akan kembali, pasti dia tidak akan melepaskan pelukan tersebut.
Dia akan menahannya, atau setidaknya mencium bibirnya untuk beberapa saat.
" Seharusnya aku mencegah tanganmu untuk pergi, Nay. " ucap Ve sesenggukan.
Sembari matanya menatap kosong ke arah bawah. Tertunduk dengan air mata yang terus mengalir.
" Aku memang bodoh!! " sesal Veranda cukup keras, mengusap nisan Kinal yang terpajang di depannya.
Sebuah nisan yang terpasang oleh sebab tragedi kecelakaan pesawat yang merenggut nyawa Kinal seketika. Jasadnya dikubur bersamaan dengan penumpang lainnya.
Siapa sangka momen setahun lalu di bandara merupakan cerita akhir dari persahabatan mereka.
" Bangun, Nay. Bangun ! Aku kangen kamu ! "
Comments
Post a Comment
Kebebasan berpendapat itu,mulai sejak ini kamu berkomentar