Untold Truth
“
Luhan ? Salam kenal, kak, “
Kalimat
tersebut masih terngiang dalam pikiran. Sebuah kalimat sederhana tersebut entah
dengan sihir apa telah melekat di otak pria tampan bermata sipit tersebut.
Hingga membuatnya sulit tidur belakangan ini.
Semuanya
jelas berawal dari rasa ingin tahu. Saat dirinya menemukan sebuah keramaian di
salah satu sudut mall terkenal di Jakarta, dahinya mengerut penasaran. Terlebih
lagi ketika kedua matanya mendapati sosok temannya bernama Suho, tengah berdiri
ikut terlibat dalam kerumunan di sana.
“
Aku nggak tahu ginian, “
“
Ayolah. Apa salahnya mencoba? “ bujuk Suho membuat Luhan berpikir untuk
sementara waktu.
“
Kamu juga pengen tahu kan rasanya gimana? “
“
Tapi ? “ Suho memenggal perkataan Luhan dengan menyodorkan satu tiket handshake
yang dia punya, membuat Luhan sedikit terkejut.
“
Ambil ! “ kata Suho terakhir, membuat Luhan menyerah dan sebelah tangannya meraih
selebaran pemberian Suho.
***
Luhan
terbangun. Kamarnya masih berantakan. Dia lupa mengemasi barangnya kemarin malam.
Apalagi laptop yang dia gunakan, lupa dia matikan gegara ketiduran.
Beberapa
foto wanita masih terpampang di layar laptopnya. Foto apa ? Foto seorang gadis
yang belakangan ini membuatnya tersenyum sendiri.
Semenjak
kejadian tersebut, Luhan menjelma menjadi salah satu pria yang hatinya sering
bertabur bunga. Mudah bahagia hanya dengan melihat senyum pujaannya. Entah apa
itu, tapi yang jelas dia mengakui bahwa dirinya sudah sangat tertarik dengan
wanita yang tak sengaja dia temui di bilik rindu beberapa bulan lalu. Entahlah
itu sengaja, tidak sengaja, atau pun terpaksa, hanya Luhan sendiri lah yang
bisa menjawab.
“
Sayang, kapan aku bisa memilikimu? “ ucap Luhan menghadap layar. Selalu saja
delusi setiap hari.
Setelah
mematikan laptop dan kedua matanya benar-benar membuka, segera saja dia masuk
ke kamar mandi dan menyiapkan semuanya.
Hari
itu, sebuah event handshake dihelat kembali. Sudah pasti Suho di mana notabene
seorang fans yang sudah mengenal lama JKT48 akan mengajak Luhan kembali untuk
datang bersamanya.
Ya
walaupun sampai sekarang Suho masih tak mengerti apa alasan temannya tersebut hingga
selalu saja menolak ajakannya untuk datang ke theater, namun kali dengan mudah
Suho berhasil membujuk Luhan untuk bertemu kembali dengan wanita pujaannya di
bilik rindu.
“
Bro, besuk ke theater yuk, “ ajak Suho kepada Luhan yang tengah duduk di
samping jok kemudinya.
“
Er.. nggak deh keknya. Aku ada urusan, “
“
Urusan lagi? “ Luhan mengangguk ragu.
“
Hm .. basi. Tiap aku ajak pasti ada aja alasannya, “ ketus Suho yang selalu
saja menerima jawaban sama tiap kali dia mengajak Luhan ke theater.
Luhan
tak menjawab, hanya terdiam pada duduknya dan membuang pandangannya ke arah
jendela mobil. Tak melirik Suho sedikit pun.
“
Banyak fans di luar sana yang berebut pengen masuk ke theater, eh kamu malah
malesan kek gini, “ kata Suho yang sama sekali tak ditanggapi oleh Luhan.
Luhan
memang aneh. Padahal jelas lebih asyik ke theater dibanding dengan event
handshake yang melelahkan. Tapi kenapa dia justru lebih memilih acara yang
memaksanya untuk berdiri seharian lalu berkeringat dan berebut oksigen di ruangan?
Sekali
lagi, Luhan memang aneh. Putus Suho dalam hati.
Mereka
telah tiba di sebuah gedung tempat acara handshake berlangsung. Kemudian masuk
menenggelamkan diri ke dalam kerumunan orang yang tampak antusias dengan acara.
Seraya berharap semoga mereka berdua tidak jatuh pingsan sebab kehabisan oksigen
di dalam sana.
Tangan
Luhan menggenggam selembar tiket, dirinya sudah berdiri mengantri menunggu
gilirannya tiba. Sejalan dengan itu, titik-titik gugup perlahan memenuhi
dadanya. Membuat dadanya sesak dan gemetar tak karuan.
“
Aku harus ngomong apa ya nanti ? “ gumamnya pelan.
“
Will you marry me? “ pikirnya.
“
Ah tidak, “ jawabnya sendiri dengan tersenyum.
Sampai
kemudian, waktunya pun tiba. Segera saja Luhan masuk dan melenggang ke dalam
bilik rindu untuk kedua kalinya menemui gadis yang membuatnya sulit tidur belakangan
ini.
Oh
My God. Pelipisnya berkeringat sekarang.
“
Kak Luhan ? “ gadis pujaan Luhan menyambutnya dengan senyuman.
“
Eh kok ? “
“
Aku masih hafal kan ? Kok gak pernah ke theater sih, kak ? “
“
Maaf, “
“
Sibuk ya kak? “ Luhan mengangguk lemah. Lidahnya kelu untuk mengatakan sesuatu
lebih dari itu.
“
Ya udah aku tunggu di theater ya, “ gadis tersebut melambaikan tangannya,
seraya melayangkan senyum dan menyelipkan
sebuah lembaran kertas - yang sudah dilipat simetris – ke dalam saku baju
Luhan.
“
Apa ini ? “ alis Luhan mengerucut. Melirik sakunya sedetik, lalu ke arah gadis
di depannya.
“
Titipan, “
***
Sebuah
balcon kamar di tengah malam yang dingin. Luhan telah duduk bersantai menghadap
bentangan langit hitam yang luas.
Segera
saja kedua tangannya sibuk membuka lembaran kertas pemberian gadis pujaannya
tadi pagi. Membuatnya tak sabar setelah seharian menyembunyikan lembaran
tersebut dari Suho. Padahal ada cara untuk membukanya tanpa sepengetahuan
temannya tersebut, tapi entahlah Luhan memilih malam sebagai waktu yang tepat
untukknya.
Dear Luhan, seseorang yang sedang
membaca tulisan ini. Bagaimana kabarmu ? Semoga sehat selalu ya. Lewat selembar
kertas ini, aku ingin kau tahu saja bahwa sebenarnya luka masa laluku sudah berangsur
pulih. Kelamnya masa lalu saat kau menghilang entah kemana, kini sudah tak
melekat lagi menjadi luka. Padahal waktu itu aku sedang berduka, namun kau
malah hilang tanpa berita.
Ya walaupun sampai sekarang aku tak
tahu sebab kau pergi tanpa permisi, tapi aku yakin kau pasti punya alasan tersendiri.
Jadi jangan sungkan lagi untuk datang
ke theater dan menemui wanita pujaanmu Veranda ya. Karena aku sudah memaafkanmu
dari dulu.
Semoga setelah membaca tulisan ini,
kau berkenan untuk menemuiku dan menjelaskan semua yang masih menjadi misteri
untukku.
Tertanda dari yang pernah kau
tinggalkan,
- Devi Kinal Putri -
“
Kinal ? “ Luhan menutup lembaran tersebut. Membiarkan otaknya mengolah beberapa
kalimat yang baru saja dia baca. Membuat seribu pertanyaan tiba-tiba muncul dan
merajam hatinya.
“
Apakah aku harus ke theater besok ? Apakah aku harus menemuinya ? “ gumamnya
pelan.
“
Apakah aku harus menjelaskan semua bahwa sebenarnya yang membunuh adiknya itu bukanlah
Sehun? Tapi aku. “
“
Huft. Maafkan aku, Nal, “ tutup Luhan seraya merobek kertas di tangannya.
Comments
Post a Comment
Kebebasan berpendapat itu,mulai sejak ini kamu berkomentar