Midnight Lake



Segala persiapan sudah selesai. Berawal dari recording, kemudian latihan koreografi, telah mereka lalui hari ini. Semua member yang terdaftar menjadi senbatsu Pajama Drive Revival Show 2014 tampak kelelahan di ruang ganti dengan segala aktivitas yang menimpanya. Seraya berkemas untuk meninggalkan tempat latihan.
Pukul 22.14 , sebuah lift lantai dasar perlahan terbuka. Meninggalkan nada khasnya yang terdengar jelas di telinga. Dari lift tersebut lah kemudian muncul dua insan ciptaan Tuhan . Berjalan beriringan serta bergandengan tangan. Saling merapatkan tubuh, hingga timbul kesan mesra dari sela-sela tubuhnya.
Langkah mereka kompak menuju parkiran mall, kemudian masuk ke dalam mobil yang sejak tadi pagi memang sudah diparkir di sana.  Segera saja seperti hari biasanya, Veranda mengambil alih kemudi, sementara Kinal akan duduk di jok samping kiri sahabatnya tersebut.

“ Kita jangan langsung pulang dulu ya, Ve? “ pinta Kinal setelah membenarkan posisi sabuk pengamannya.
“ Emang kenapa, Nay? “ Ve mengangkat kedua alisnya, meski jawaban Kinal hanya tersenyum tanpa arti yang jelas.
Kinal meraih punggung tangan Ve dan mengusapnya dengan lembut.
“ Kita ke danau sebentar bisa, kan ? “ Kinal memohon, dengan nada manja serta tatapan yang selalu saja membuat Ve tak berkutik.
Ve bisa apa? Dia hanya mengangguk pelan menuruti ajakan sahabat, saat sebuah tatapan Kinal telah membius hatinya.
Kinal kembali tersenyum, seiring dengan tangan Ve yang tanpa basa-basi perlahan meraih kemudi untuk membawa mereka menuju tempat yang diminta Kinal.
Sebuah danau yang sudah menjadi favorit mereka berdua.
***
Gedung bertingkat, dengan lampu kota berjejer di pinggir jalan. Seolah menghiasi perjalanan dua insan di tengah gelapnya malam.
Entah, sebenarnya Veranda sendiri juga tidak tahu apa maksud Kinal mengajaknya tengah malam begini ke danau. Hingga seperti tak ada hari lain di matanya.
Padahal masih ada hari esok yang lebih cerah, sore yang lebih jingga , dan petang yang kebetulan senggang tak ada jadwal.
Lalu kenapa harus tengah malam ?
Segala pertanyaan tersebut tertahan di tenggorokan. Membusuk dan harus cepat-cepat ia tanyakan.
 “ Apa nggak terlalu resiko, Nay? “ tanya Ve lirih, mencoba untuk tidak menyinggung Kinal.
“ Nggak, Ve. “
“ Tapi ini kan udah tengah malam, “ ingat Ve kepada Kinal yang masih saja misteri untuk Ve sendiri.
Sekali lagi, Kinal hanya mengulum senyum. Tak memberikan kejelasan lebih lanjut. Setidaknya kejelasan yang membuat hati Ve lebih tenang.
Namun, ya sudahlah. Veranda harus menghembuskan kembali nafas kesalnya untuk ke sekian kali. Sembari tetap mempertahankan laju mobil yang terlanjur menuju lokasi.
Mobil berhenti, tepat saat Ve menyakini bahwa dirinya sudah tiba di danau sekarang.  Mata Ve mengarah ke luar, melihat suasana sekitar danau dari dalam mobilnya. Berwaspada jikalau saja ada orang jahat berkerumun di danau tersebut.
Tapi tidak bagi Kinal, tanpa basa-basi dirinya melepas sabuk pengaman dan keluar menuju sisi danau. Tanpa mempedulikan apapun yang mungkin saja bisa terjadi menimpanya.
“ Nay, “ Kinal tidak mendengar seruan Ve. Membuat Ve terpaksa turut keluar dari mobil.
“ Jangan lari, Nay, “ Kinal tak menghiraukan, dan tetap pada langkahnya menuju sisi danau.
Veranda mau tak mau harus melangkah lebih banyak untuk mendekati Kinal, meski hilir angin yang berhembus cukup membuat tubuhnya kedinginan. Cepat-cepat dia melipatkan kedua tangannya di dada, seraya menatap sosok Kinal yang tengah merenggangkan kedua tangannya.
Gila. Apa dia tidak kedinginan dengan tingkahnya yang seperti itu?
Batin Ve sekali lagi.
Kinal memejamkan mata. Merasakan setiap inchi pori yang disibak dengan angin malam yang menyenangkan. Setidaknya itu baginya, namun tidak bagi Veranda yang sepertinya tak kuat dengan suhu sekitar.
Memang Ve dan Kinal berbeda. Masing-masing mempunyai ketahanan yang tak sama. Maka dari itulah, sosok Kinal seperti penghangat untuk Veranda dan begitu juga sebaliknya.
Mereka saling melengkapi satu sama lain.
Sebuah uluran tangan dari belakang tiba-tiba menjalar. Kedua tangan dari Veranda yang kemudian memeluk tubuh Kinal tersebut membuat dirinya mengerjapkan mata terkejut.
“ Aku kedinginan, Nay, “ Veranda menempelkan pipinya ke sisi leher Kinal, seraya merapatkan dadanya kepada punggung Kinal yang dirasanya cukup untuk menghangatkan tubuh.
Kinal tersenyum, membiarkan pelukan itu berlangsung.
“ Maafkan aku, Ve. Gara-gara aku, kamu harus kedinginan gini,“ ucap Kinal masih menatap air danau di bawah lampu yang remang.
Ve tak menjawab. Sama sekali membisu. Hanya lebih mengencangkan pelukannya, dan masih mencium pipi Kinal yang lembut. Mungkin untuk saat ini, Veranda lebih membutuhkan aroma tubuh Kinal yang wangi, dibandingkan memikirkan tujuan sahabatnya yang mengajaknya ke tempat mereka berdiri.
Karena Ve sudah tenggelam hangat dan melupakan itu semua.
Tubuh Kinal memutar, menatap mata Ve sekarang. Memaksa Ve untuk melepaskan pelukan.
“ Ve ? “
Bisikan itu membuat Ve tak bergeming. Saling memandang dengan tatapan yang lebih dalam dari biasanya.
“ Beberapa jam lagi, usia kamu akan bertambah satu, “ Ve masih tak bergeming.
“ Tapi kamu semakin cantik saja, “ lanjut Kinal dengan mengusap lembut pipi Ve yang halus.  Ve sedikit tersipu mendengarnya.
Sedetik kemudian, kedua tangan Kinal perlahan melingkar, memeluk leher sahabatnya. Begitu juga dengan Veranda yang memeluk pinggang.
Tatapannya melemah. Ekspresinya menguat. Kinal dengan satu tarikan nafas, mendekatkan wajahnya ke arah Ve. Membuat Veranda tahu apa yang harus dia lakukan sekarang. Mereka terpejam perlahan terbuai dengan suasana, sebuah kecupan hendak mereka helat di sisi danau malam ini.
Sebuah kecupan yang biasa terjadi.
Sampai kemudian ..
“ Ehem, “
Suara dari sudut lain tiba-tiba muncul. Membuat mereka berdua sontak terkejut dan melepaskan pelukan. Lalu kedua mata mereka teralihkan kepada sosok yang telah berdiri memandangi mereka sedari tadi.
Ve dan Kinal mati gaya. Badannya panas dingin di sana.
“ Kalian … “ sosok tersebut berucap, dengan nada berat yang entah dibuat-buat atau tidak.
Perkataannya terpenggal, membiarkan dua gadis di depannya bernafas untuk sementara waktu. Sedangkan Kinal dan Ve masih terengah dengan kedatangan sosok berseragam polisi secara tiba-tiba.
“ Kalian ngapain di sini ? “ Ve dan Kinal tak menjawab. Lidah mereka sama sekali kelu. Walaupun mereka belum sempat melakukan adegan ciuman tersebut, tapi Ve dan Kinal yakin bahwa apa yang ada di pikiran polisi tersebut pastilah menjurus ke sana.
Polisi berkumis tebal tersebut lalu membuang pandangannya ke arah mobil Veranda, lalu kembali ke arah gadis di depannya.
“ Itu mobil kalian bukan ? “  
“ Ya, Pak, “ jawab Ve pelan.
Sekali lagi polisi tersebut memandang sinis mobil hitam tersebut, tanpa sepatah kata saat memandangnya.  
“ Kalian ini parkir mobil sembarangan, dek “
“ Maaf, Pak. “ ucap Kinal.
“ Mendingan sekarang kalian pulang aja. Nggak baik anak gadis jam segini masih di luar, “ perintah bapak Polisi, mendorong Ve dan Kinal melangkah menuju mobil.
“ Permisi, Pak. “
“ Dek ? “ langkah Veranda terhenti. Begitu juga dengan Kinal yang turut menoleh kembali polisi tersebut.
“ Lain kali, kalau mau ciuman jangan di danau ya. Entar diliatin setan loh, “ ucap polisi membuat bulu kuduk Kinal merinding.
“ CEPAT KITA PERGI DARI SINI, VE  !! “
-End-
Nb :
Maaf ya kalau endingnya ngehek banget. Soalnya bingung juga sih menggambarkan bagaimana Kinal dan Ve ditilang bareng. Nyari sesuatu yang logis itu susah lah. Paling logis ya parkir sembarangan. Semoga suka.
Oh iya. Jangan lupa komen di bawah ya. Makasih.







       

Comments

Popular posts from this blog

Fungsi,Syarat,Bahan Utama,dan Bentuk Komponen Rangka Sepeda Motor [Otomotif]

Keseimbangan Cinta

Jenderal Kagami yang Berekor Nakal