Posts

Showing posts from 2013

Cinta Berbentuk Dukungan

Image
Pagi ini sebenarnya tidaklah berbeda dari biasanya. Aku masih saja duduk di kelas yang sama, teman sebangku dan papan tulis yang tak berbeda dari yang kemarin. Hanya saja, hari ini mataku lebih gemar memandangi ke arah sudut kanan kelas, di mana kudapati Kinal seperti tak bergairah untuk menjalani hari yang aku pikir memang memuakkan. Beradu dengan Fisika di pagi hari, bukankah itu memuakkan? Padahal biasanya Kinal tak selayu ini. Dia sangat menyukai pelajaran tak berguna itu. Ya memang dia sangat jago dalam urusan mencari besar momentum suatu benda. Bahkan mungkin dia lebih jago dari guru kami sendiri. Tapi entahlah apa yang membuat akhir-akhir ini begitu menyedihkan untuk teman kecilku itu.

Ragu di Desember

Image
RAGU DI DESEMBER Author : Aji Raenaldi Apa yang sebenarnya bisa kau lakukan di bulan Desember? Musim penghujan yang selalu menemani soremu yang lelah, kemudian kau bersender di tubuh sofa sembari menengok ribuan bulir hujan yang menghempaskan diri ke bumi dari balik jendela. Sembari menghirup aroma segelas teh hangat buatanmu yang menyeruak ke dalam hidung dan menghisapnya beberapa kali hingga kerongkonganmu terasa hangat, lalu menjalar ke semua tubuhmu. Desember yang Setiap sore kau habiskan bersama jas hujan saat pulang kuliah. Jas hujan yang tak kunjung kering karena memang tak pernah ada waktu bagimu untuk mengeringkannya. Sebenarnya bukan karena tak sempat, tetapi memang terik matahari yang cukup langka untuk bisa kita lihat.  Gemuruh petir yang sesekali menghias langkahmu di jalan pulang, hingga membuat jantungmu terasa jatuh ke lambung dan seperdetik memompa darah lebih dalam dari biasanya.

Lumpuhkanlah Sekarang

Image
Sahut-sahut kicauan burung memeriahkan pagi. Aku yang terkapar lemah di kasur, hanya bisa samar-samar mendengarnya. Perlahan aku mencoba membuka mata, ku lihat sosok wanita yang tengah berbaring di sebuah sofa. Dia adalah Kinal, wanita yang menungguku semalaman di rumah sakit ini. Aku sengaja memilih diam dan memandang sekelilingku saja. Aku tak ingin Kinal bangun hanya gara-gara aku. Pasti dia capek sekali. Apalagi, selama ini dia telah memberikan banyak senyum untukku. Senyum yang kujadikan pembius dan penenang saat gundah menerpaku. Entahlah, senyum Kinal memang bagaikan sihir. Aku tak tahu mengapa. Tiba-tiba, terdengar suara seperti adanya seseorang membuka pintu kamar. Tak salah lagi, Rizal datang menjengukku pagi ini. " Hai bro. ", sapanya. Aku hanya tersenyum lemah. Kinal terbangun, dia perlahan mencari sumber suara barusan. " Rizal, ya ? ", kata Kinal, sembari menyeka ujung matanya. " iya. Sayangku. ", Rizal lalu mendekati Kinal. Dia dud

Musim Panas di Stamford Bridge

Image
Tahukah kamu? Di sudut meja yang biasa aku gunakan untuk belajar, terdapat benda persegi panjang yang tengah berdiri menghadapku. Pada tubuhnya tertulis banyak angka, dan beberapa di antaranya terbubuh tanda silang tebal buatanku sendiri. Ya benar. Setiap pagi, aku selalu menyilang tanggal kemarin yang tak berguna lagi dengan spidol hitam yang biasa aku beli di toko. Setiap tanggal yang berlalu, aku silang. Esoknya, aku silang lagi. Lusa, aku silang lagi. Begitu terus sampai akhir bulan Desember tiba. Lebih tepatnya hari ini, tanggal 21 Desember 2013, aku menghentikan kebiasaan anehku untuk sementara waktu. Aku tak lagi mencorat-coret kalenderku, karena musim panas yang kutunggu telah tiba. Musim yang paling aku tunggu daripada musim-musim lainnya. Terbukti dari atap rumahku yang tak lagi tertutup bulir padat bernama salju. Ranting pohon yang tampak coklat penuh dan hawa dingin yang tak lagi menusuk. Jadi aku tak perlu lagi memakai jaket dan syal untuk keluar rumah. Sebenarnya b

Kenangan Tak Terulang

Image
Sepulang sekolah, tempat yang pertama kali aku jamah dalam rumahku adalah sisi dalam jendela kamar. Karena di situlah aku bisa dengan bebas melihat dan menanti perempuan yang selama ini aku idamkan, pulang dari sekolahnya. Rumahnya tak jauh, hanya berseberangan dengan rumahku. Jadi raut wajah serta senyumnya nanti akan terlihat jelas saat dia tengah berdiri di muka rumahnya. Masih pukul 12.15, masih ada sekitaran 15 menit lagi untukku menunggu dari balik sini, sampai dia tiba di depan rumahnya. Ya walaupun aku tahu, dia tidak akan tiba seorang diri. Melainkan dengan laki-laki yang mungkin saja kekasihnya atau hanya teman yang baik hati. Aku tak tahu pasti. Tapi yang jelas, dia biasa tiba dengan laki-laki itu sekitaran setengah satu. Hingga akhirnya, yang dinanti pun tiba. Pukul 12.34 lebih tepatnya, dia terlihat berdiri di antara gerbang rumahnya dan sebuah motor mewah puluhan juta. Lengkap dengan penunggang yang tengah melemparkan beberapa kata sebelum mereka benar benar berpis

Kami Bisa

Image
" Kau yakin?  ", kata Toha di sampingku. " Kenapa ragu? ", jawabku mantap. " Banyak yang meremehkan, ji. Kau tahu kan?  ", katanya lagi. " hmm.. " " Tapi kita pasti bisa, Ji. ", katanya tiba-tiba. Semangat dalam jiwanya mendadak berkobar. " Ya, aku tahu kamu pasti berani,ha. Mari kita buktikan ke semuanya kalau kita bukanlah siswa penakut di sekolah ini. " Kemudian, Aku dan Toha mengangkatkan kaki menuju ke ruang OSIS. Kita akan mendonorkan darah di sana. 

Baru Seminggu

Image
Tahukah engkau wahai langit Aku ingin bertemu membelai wajahnya Kan ku pasang hiasan angkasa yang terindah Hanya untuk dirinya ~ Jreng Jrengg.... Sudah berapa kali aku menyanyikan lagu ini. Rasanya tak pernah bosan. Tak pernah bosan untuk merindukannya. Setiap aku merindu, selalu saja kuraih gitar ungu. Kupetik keenam senarnya perlahan hingga terdengar alunan. Kulantunkan setiap kata dalam lirik, kemudian merangkul kalimat dan melingkup ke dalam tiap bait. Beriringan dengan nada yang menari lepas keluar dari gitarnya. Sebenarnya,aku tak begitu lihai dalam bergelut dengan gitar. Tak juga merdu dalam menyuarakan rasa rindu. Hanya saja aku ingin kamu tahu, keberadaanku di sini adalah bukti cintaku padamu.  Walau rasanya memang berat harus menerima kenyataannya. " Udah sore. Yuk kita pulang ", sahut seseorang dari belakang. Tanpa pikir panjang. Aku bangkit dan berdiri di samping nisanmu. " Kapan-kapan aku ke sini lagi, Yank.Aku janji! ", kataku kemudi

Asal Bahagia

Image
" Cepatlah... ", seruku padanya. Diriku menoleh padanya yang tengah duduk di bangku taman. Dia hanya diam dan melihatku seperti tengah kerasukan. " Kau yakin? ", tanyanya padaku. Dia masih saja bingung dengan sikapku yang mungkin menurutnya konyol. Aku hanya mengangguk secukupnya, sembari tersenyum pertanda bahwa aku mengiyakan. " Katanya mau nikah?  ", tanyaku. " Sekarang? ", dia berbalik tanya. Tanpa basa basi lagi, ku dekati dia lalu ku tarik dia menuju ke rumahnya. " Kamu pikir aku bercanda? Kamu butuh laki-laki yang mapan, sin.", kataku sembari berjalan menuju rumahnya. " Maafkan aku, Ji.", katanya pelan nyaris tak terdengar. Aku hanya diam, tak menanggapi perkataannya barusan, yang penting sekarang aku harus mengantarkan Sinka, mantan pacarku yang masih kucintai ini menuju rumahnya. Kasihan calon suaminya, pasti dia sudah menunggu lama di depan penghulu.

Teman Bersepeda

Image
Ah mungkin bagimu, hanya teman sekelas saja. Yang jalan pulangnya searah. Keberadaannya seperti angin ~  " Kamu gak capek, ji? ", tanya Dhike. " Ya Enggak lah. Malah aku seneng bisa boncengin kamu setiap hari. ", jawabku mantap sembari mengayuh sepeda dengan semangat. Tampak Dhike hanya tersenyum saat aku menoleh ke arahnya, dan seiring dengan itu genggam tengannya di bajuku semakin kuat. " Aku jadi gak enak nih. ", katanya pelan. " Biasa aja kali, ke. Kita kan udah lama temenan. Dari kecil sampai SMA kita selalu sama-sama." " Emang kamu gak capek ya temenan sama aku?", tanyannya lagi. " Capek? Kamu itu ada-ada aja deh.Kalau capek, pasti aku udah pergi ke kota bareng sama orang tuaku tahun lalu. " "Terus kenapa kamu gak ikut ke kota? ", Dhike bertanya-tanya. Perkataanku barusan mungkin membuatnya bingung. " Itu semua karenamu, ke. Aku ingin menjagamu di sini. Aku gak mau jauh darimu", jawabku.

Beruntungnya Aku

Image
Taukah kamu. Jika ada yang  bertanya padaku siapa yang paling beruntung di dunia ini, aku akan mengakui diriku sendiri. Pagi itu, jendela kamar telah terbuka. Sinar fajar yang sudah cukup terang memasuki kamarku melalui kaca jendela. Sementara,diriku masih terkapar di tempat tidur, malas untuk bangun dan memulai hari. Hingga suara pintu terbuka pun terdengar. Ngekkkkk.... Aku melirik mencari tahu siapa yang mendekatiku pertama kali di pagi ini. Sosok wanita yang menurutku cantik, bermata sipit dan senyumnya mengembang elok itu menghampiriku dengan membawa nampan berisikan segelas susu putih dan 3 potong roti bakar berselai coklat. Dialah Naomi, istriku yang sudah cukup lama aku nikahi. " Manja banget sih, jam segini baru bangun. ", katanya padaku. Aku hanya tersenyum padanya. Begitu juga dengan senyumnya padaku. Kemudian nampan yang dia bawa diletakkan di meja samping tempat tidur. " Seperti biasa, segelas susu dan roti di pagi hari untuk suamiku tercinta. &quo

Senyum Sinka

Image
" Ini kesempatan lo, ji. ", Riko memaksa, teman gue ini selalu ndorong gue buat hampirin Kinal, yang lagi sendirian di taman sekolah. " Nggak ah. Gue belum punya nyali buat hampirin dia", kata gue jujur. Lalu tertawa kecil liat muka Riko yang mendadak manyun. Gue melempar pandangan ke arah lain, yang jelas bukan ke arah Kinal, tapi ke arah mana saja yang sebenernya gak begitu gue pahami. Namun hati gak pernah bisa bohong. Sesekali, duakali, bahkan berkali kali gue nyempetin untuk merhatiin gerak geriknya dari kejauhan, dan membuang muka saat Kinal noleh ke arah gue. " Halah, lo beneran cinta kan sama.dia? ", tiba tiba Riko nyeletuk. Gue tercenung ngedengernya. Hati gue juga sebenernya masih ragu buat jawab pertanyaan ini. Gue hanya mengangkat bahu gue di hadapan Riko. " Kok gitu sih? ", Riko nyeletuk lagi. Kali ini dia mungkin emang bingung dengan sikap gue yang bisa dibilang plin-plan. Gue hanya tersenyum di hadapannya. Lalu menghela n

Rahasia di Lantai Dua

Image
Jam sudah menunjukan pukul 8 pagi. Itu menunjukan bahwa sebentar lagi, Deni dan Octi akan menjadi pasangan suami istri. Segala sesuatu sudah dipersiapkan, mulai dari penghulu, saksi, konsumsi hingga peralatan pengeras suara sekalipun. Para tamu yang tak begitu banyak sudah duduk bersila di ruang tengah milik Deni. Ruang yang akan menjadi tempat ijab qobul nanti dilaksanakan. Mereka tampak sudah tak sabar ingin menyaksikan pernikahan pengusaha kaya itu. Microfon sudah dinyalakan sejak tadi. Pak penghulu masih sibuk dengan berkas-berkas yang tengah ia baca. Sedang Deni yang duduk di samping Octi, terlihat santai. Tak begitu gugup seperti kebanyakan pengantin baru. " Jangan gugup ya, mas. ", kata Octi pada Deni. Octi takut jika nanti calon suaminya itu akan menikahinya dengan cara tak sempurna. " Jangan khawatir. Aku baik baik saja kok. ", Deni menjawab dengan mantap. Octi tersenyum dan merasa lega setelah mendengar jawaban calon suaminya itu. Beberapa menit

Penjual Tawa, Bukan Senyuman.

Image
Setangkai bunga ini aku genggam sedari tadi. Sejak dia duduk bersendau gurau dengan teman temannya di depan kelas yang tak terlalu besar itu. Aku menatapinya dengan seksama. Dari sudut lain, aku menyisakan waktuku untuknya. Mempelajari senyumnya, gerak bibirnya, cara memandangnya dan semua yang ada padanya. Aku pelajari dengan teliti. " Dhike !!!!!", teriakku dalam hati. Asal kamu tahu, setiap nama yang aku serukan, pertanda bahwa aku ingin bertemu denganya. Setiap nama yang terbesit di pikiran, pertanda bahwa aku rindu padanya. Setiap nama yang aku tuliskan, pertanda bahwa aku tengah memikirkannya. Dan aku telah menyerukan, membesitkan dan nenuliskan namanya seribu kali. Masih pada pandanganku, dirinya terlihat bahagia kala itu. Sedang diriku yang duduk di lain sudut, tengah merana dalam hati. Ingin mendekati, namun tak sampai hati. Bagaimana ini? Aku melempar pandangan ke bawah. Sepasang sepatu yang aku kenakan saling berhadapan. Sepatu hitam yang sudah robek ini

Coba Tanyakan Selimut

Image
" Naomi, aku mohon kasih gue kesempatan lagi. ", aku berlutut di hadapannya. Sembari menawarkan setangkai bunga mawar yang tampaknya akan percuma. Dirinya menangis, matanya yang merah mengeluarkan air mata yang deras. " Lo jahat banget, Ji. sumpah. Lo tega ya selingkuh di belakang gue. ", dirinya tampak menyesali percintaan ini. Lalu melempar jauh pandangan ke arah lain. Seakan memang sangat membenciku. " Gue bisa jelasin, yank. Gue sama Sinka cuma jalan biasa. Gue gak selingkuh sama adik lo.", dengan posisi yang masih sama, berlutut, gue berusaha menyakinkan dirinya. Walau Naomi masih semangat mengeluarkan air mata. Kemudian suasana hening. Aku diam menunggu responnya. Pandangannya masih jauh entah jauh kemana. Tapi aku yakin dia masih ingin menerimaku lagi. " Lo cuma salah paham, beb. Gue gak mungkin setega itu. Apalagi kita udah lama ngejalanin semua ini. Gue cinta mati sama lo", kalimat itu mengalir begitu saja dari bibirku. Namun ta

Wanita di Ujung Taman

Image
" Kenapa kita nggak bekenalan? ",aku menyodorkan tanganku pada sosok yang sedari tadi duduk bersama di bangku taman. Diperhatikannya tanganku sebentar, kemudian tangan kanannya menganggapi tanganku yang menunggu. " Aku Kinal ", senyumnya menghias perkenalan. Sudah lama sekali aku tidak melihat senyum indah seorang wanita. "Aji.", singkat dan jelas aku menyebut namaku. Tangannya berlabuh digenggaman. Cukup lama, sekitaran 10 detik dia menjabat tanganku hingga kemudian terlepas. " Sendirian? ", tanyaku basa basi. Aku tak tahu harus berkata apa memang. Tak mungkinlah,aku langsung menanyakan nomor hapenya, dan kemudian mengajaknya jalan dan sekedar makan malam di restoran. Semua butuh proses, meski harus munafik sekalipun. " Kau pikir aku sedang bersama siapa?", pertanyaan retoris melayang dari bibir indahnya. Pandangannya dilemparkan ke arahku. Tak luput juga sebuah senyuman dia lemparkan juga. Aku amati sejenak senyumnya. Oh begi

Genk Bisik [ Episode 2 ]

Image
" Lo tadi lihat nggak? ", Deni memulai pembicaraan di kantin. " Enggak. Lah lihat apa? ", Imam nyeletuk sembari mengaduk segelas air putih. " Eh lo tuh ngaduk apa sih? Air putih nggak ada gulanya kalee ah. Dasar aneh. ", bingung Aji pada Imam. Dirinya hanya tersenyum malu. Namun ayunan tangannya masih dipertahankan. " Emang gak ada gulanya sih, tapi kan gulanya di sana ", dirinya menatap sosok cantik yang tengah duduk di lain meja. Aji dan Deni spontan melihat arah yang dibidik Imam. " Halah basi lo! ", Ledek Deni dengan suara khasnya. ( Hanya kelas SMC lah yang tau. ) " Lo tadi lihat apa men? ", tanya Aji pada Deni yang tampaknya ingin menceritakan sesuatu. Kemudian Deni mempernyaman posisi duduknya. Sok keren. "Oke. Jadi gini, lo tadi lihat nggak?", Deni kampret mengulanginya lagi. " Yaelah lama amat sih. Langsung aja deh apa. ", kesal Imam. " Gue tadi lihat anak bar

Genk Bisik [ Episode 1 ]

Image
Langkah kaki itu berjalan semakin cepat, Deni datang dengan muka panik. "Gawat men, gawat!!!" kata Deni. "Gawat apa sih, datang-datang langsung panik gitu" kata Imam. "Gawat apa? Pak Dikin nggak bisa nyebutin Carrefour dengan benar? Bu Sayekti yang bohay itu jadian sama Istanto?" celetuk Aji "Atau pak Fredy satpam itu suka bengong sampai kemalingan" tambah Imam, "itu semua udah biasa kali, mam." kata Aji "Bukan itu men." kata Deni dengan gaya bahasa yang khas, dan suaranya yang serak-serak kering keronta. "Terus apaan?" tanya Aji. "Si Kinal gebetan lo ji, dia sekarang pacaran sama Sutris" jawab Deni "Hah???" imam terpelongo diiringi backsound 'jreng jreng' "mati deh gue kalau saingan sama dia, Sutris kan orang terkeren di sekolahan ini" kata Aji dengan muka lemas yang mulai lapar. Sutris itu adalah orang terkeren di sekolahannya, selain itu dia juga mu

Siapalah Aku Ini

Image
Siapalah aku ini? Kumpulan kata pemersatu yang membuatku mundur dari mendapatkanmu. Kumpulan kata yang sejak dulu selalu membantuku untuk sadar dan kembali ke jalan yang benar. Jam berdering dengan kencang. Seakan ingin menulikan sepasang telinga. Segerombol menyerupaiku keluar dari ruang kelasnya masing masing. Sembari membawa tas dan bergerak cepat bagai di kejar badai katrina. Begitu juga aku. Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan. Selembar kertas berisi kata kata perasaan yang kuharap mampu mewakili mulut kelu karenanya. Sudah sekitar sepuluh menit, aku berdiri seperti orang gila di gerbang ini. Menanti seseorang yang sudah lama ada di hati. Namun entah kenapa dia tak muncul juga dari tadi. Mungkin sepuluh menit lagi. Sudah sekitar dua puluh menit aku bertahan menjadi orang gila di sini. Menggenggam erat lembaran yang semalam aku rangkai di ruang tengah. Namun rambut lurusnya tak kunjung berkibas di pandangan. Mungkin lima menit kemudian. Benar. Menit ke-dua puluh lima, so

Terima Kasih, Masa Lalu.

Image
Aku ingat masa lalu. Saat itulah aku mengagumimu. Menulis kisahku, rasaku pada sebuah kertas putih dengan tinta biru. Kemudian aku baca. Demi hayati kata per kata. Membenarkan keganjilan yang mungkin saja masih berdiri di atas sana. Lalu aku baca lagi. Mencoba menyamakan apa yang aku tulis dengan apa yang telah aku rasakan selama ini. Berulang begitu, sampai tercipta puisi sempurna dariku Aku lipat simetris lembaran itu. Lalu ku masukan ke dalam amplop berwarna biru. Ku selipkan dalam saku sembari berjalan menemuimu. Hingga saat itu tiba. Ku dapati kau dengan lain pria. Tengah berjalan bersama layaknya merajut cinta. Dan aku di sini hilang asa.  Sudahlah, dia sudah ada yang punya. Masa laluku kini hanya tinggal. sebongkah puisi yang tertera. Aku, mantan pengagummu. Terima kasih atas semua inspirasi untukku .

Segelas Vanilalatte

Image
Secangkir kopi datang. Akhirnya... Segera Relly menghangatkan tenggorokannya. "Hmmm... Kopi buatanmu memang paling nikmat." puji Relly pada sahabatnya yang sekaligus bekerja di sebuah cafe. Siapa lagi kalau bukan Ricy. " Aku udah bosen sama pujian kamu", cibir Ricy pada sahabatnya itu. Relly tertawa kemudian menikmati lagi harum aroma kopinya. "Badewai, gimana kelasmu? Udah ada cewek yang kamu suka? ", tanya Ricy sembari membersihkan meja Relly dengan kain lap. Relly tersedak, tak percaya Ricy menanyakan pertanyaan seperti itu. Cukup tidak penting baginya. " Hati hati bro minumnya. ", Ricy mencoba menenangkan Relly yang tengah batuk. " Pertanyaan kamu kampret banget. ", Relly sembari mengelap bibirnya dengan tisu. " Kamu tau kan kalau aku gak mau pacaran dulu. ", jelas Relly kepada temannya itu. Ricy hanya mengerutkan dahinya, mencoba mengingat prinsip teman kuliahnya itu. Walau beda fakultas. Kemudian menganggu

Pelajar Jalan Bebatuan

Image
Di atas bumi, kami berpijak. Di atas itulah, kami berjejak. Kaki dengan kokoh menapak. Mengarungi bebatuan sepanjang jalan setapak. Tangan kami mengenggam erat. Sepanjang tali penghubung kali. Perlahan tapi pasti, melawan potensi mati. Putih warna bajuku. Berniat suci menjemput ilmu. Merah warna celanaku. Kami malu jika tak maju. Kami bukanlah sekumpulan sampah yang tengah menunggu penguasa dengan janji palsunya Kami juga bukanlah sekumpulan serpihan negara yang tengah mencari simpati agar semua orang peduli pada kami. Kami adalah sekumpulan pelajar yang butuh keadilan. Kenapa hanya kami sendirian. Yang menapaki jalan bebatuan.

Sulitnya Putusin Kamu

Image
Kring kring kring..... Suara ponselku berdering nyaring nyaris membuatku tuli. Memang aku sengaja mengabaikan dia untuk sementara waktu, atau mungkin untuk selamanya. "Lelah sekali rasanya. Semakin hari semakin menjengkelkan." Kring kring kring...... Suara ponsel berdering lagi untuk kesekian kali. Sinka keras kepala membuatku naik pitam. Baiklah, aku angkat panggilan darinya. " Halo, sayang. Ada apa? ", kataku untuk di balik sana. " Sayang, nanti sore anterin aku belanja ya. ", sahut Sudah terlalu sering permintaan ini melayang dari bibir mungilnya. Membuatku letih. Namun inilah waktunya untuk membuat dia jengkel padaku. " Sorry sayang. Aku gak bisa. Aku capek kalau setiap sore harus nganterin kamu belanja melulu. Aku ingin mulai sekarang kita putus saja. ", pintaku dengan lancar. Walau agak berat. " ... " Sinka terdiam. Tak ada reaksi apapun darinya. Jangan jangan dia pingsan,pikirku begitu. " Halo Sinka. Halo.... ?

Cinta atau Pengorbanan

Image
Sepatu kusamnya nyaris tak bersuara. Langkah kakinya seperti tak berjejak. Perlahan tapi pasti dia mengikuti Beby yang hendak ke kantin. Beby, siswi kelas lain yang tampak memesan sesuatu itu kemudian duduk sendiri sembari menunggu pesanannya datang. Seharusnya Imam sadar, dan mendekati Beby yang tengah seorang sendiri. Namun, dia memilih untuk bodoh dan duduk di kursi lain. Apa apan sih dia. Dilihatnya Beby tengah asik dengan segelas jus alpukatnya. Sementara itu Imam diam diam mengambil banyak gambar dari bidadari tersebut. " Cantik sekali ", gumam Imam pelan. Dilihat lihatnya sejumlah foto dalam kamera digitalnya. Kemudian Beby berdiri dan membawa minumannya. Apa yang terjadi?  Beby berjalan menghampiri Imam. Mimpi apa Imam semalam? " Boleh aku duduk di sini? " , pinta Beby tersenyum. " er..." , Imam melamun sementara. "Boleh? ", pinta Beby lagi mencoba menyakinkan. "Eh..iya. boleh boleh. ", Imam mengizinkan. Pastilah.

Dream Came True

Image
Dream came true Suprising,  like disaster hadn't confirmed before. It's the fastest way for make you smile. Make you excited for anything had happened. Dream Came True Has invited you to touch its. Has allowed you to be owner its Has permitted you to have unforgetable experience Dream Came True Had made you blind of something. Something that should believe Though never show Itself. And you forgot to be grateful for all had accepted. Dream Came True And then flow away like avoid you. You didn't know what happened. Just cried and wish lucky for yourself. Dream may come true again.

NEW DIVIDE

Image
Semilir angin sepoi di pagi Arizona cukup membuat embun membeku, namun semangat Chester untuk menemui Talinda terlanjur membara. Ya, pagi ini adalah pagi pertama Chester di kota kelahiran. Setelah hampir setahun merantau di luar kota, kini dia bisa bertemu lagi dengan Talinda. Dikenakannya sweater berwarna abu-abu. Sweater pemberian Talinda tahun lalu itu membuat Chester semakin tampan. Ditambah lagi celana panjang jeans dan kacamata hitam yang baru saja dibelinya membuat Chester yakin Talinda akan terkejut dengan kehadirannya . "Semoga dia suka penampilanku.", gumamnya dalam hati. Chester memang sengaja tak memberitahukan kepada Talinda bahwa hari ini dia sudah tiba di kampung. Dia ingin Talinda terkejut nantinya. Setibanya di rumah Talinda, dia mengetuk pintu. Tak lama kemudian muncul sosok laki-laki dari balik pintu tersebut. "Lho, Mike?" Chester terheran dengan keberadaan temannya itu. Sedang Mike tak mengucap sepatah katapun. Dirinya tertunduk malu t

Tanda Cinta Talinda

Image
Sudah kusiapkan. Amplop yang di dalamnya terdapat puisi cinta. Dan sekarang amplop itu sedang duduk termenung di dalam saku baju seragamku. Aku sedang mengintipnya dari mulut kelas. Terlihat dirinya sedang mendekati kelasku. Sekitar 5 detik lagi dia akan sampai. Baiklah, ini saatnya. 5....4....3....2....1....Baiklah aku akan memberikannya. "Hai, Talinda", panggilku dengan tersenyum. "Hai, Mike. Ada apa ya?", sapa dia menanggapiku dengan ramah. "E,,..", Namun saat hendak menyampaikan, tiba-tiba terdengar bunyi dari saku celanaku. "Ah Chester, apalagi sih.", gumamku pelan. "Bentar ya,Lin", ijinku sebentar. Lalu aku sedikit menjauhinya untuk mengangkat panggilan Chester. Tentunya dengan nada yang pelan juga. "Hallo." "Halo, Mike. Puisi gue udah lo kasih?" "Belum." "Syukurlah" "Emang kenapa?" "Entar gue ceritain." "Oke" Lalu kemudian dia menu

Habis Sudah

Image
Kulihat waktu sudah menunjukan pukul 7 malam. Namun sejak siang tadi, dia belum sekalipun memberi kabar. Apa-apaan ini? Apa yang terjadi? Semoga tak terjadi apa-apa. Segera ku beranjak menuju ruang tengah. Ku langkahkan kakiku perlahan dan kemudian berhenti tepat di depan pintu kamar ibuku. Terdengar suara riuh dari balik pintu itu yang tak lain dan tak bukan adalah suara perselisihan orang tuaku. Hal semacam ini biasa terjadi, namun untuk kali ini aku merasa tak biasa. Aku merasa bahwa aku harus menenangkan mereka. Karena apa? Karena aku tahu semuanya. Kucoba membuka pintu kamar mereka dan terlihat mereka sedang adu mulut. Ku beranikan diriku untuk berkata, "Sudahlah, Pak Bu. Jangan bertengkar. Aku tahu kok apa yang Ibu Bapak permasalahkan." "Ha? Oh... Kami tidak bertengkar kok. Hanya salah paham saja. Lebih baik kamu belajar saja sana.", kata Bapakku dengan lembutnya. "Iya, nak. Lagian kamu itu masih SMP, tidak tahu apa-apa. Lebih baik kamu per

Secangkir Penahan Rindu

Image
Hari ini seperti biasanya. Bayangan, tingkah, dan sikapnya terus menemaniku di hari yang tak berbeda. Sama, setiap kali aku bercermin, bercuci muka seolah dirinya hadir di hadapanku. Di balik cermin dan genangan itulah dia muncul. Mengisyaratkan tanda bahwa akulah yang sulit melupakannya. Apakah aku harus berhenti menunggu? Setiap pagi kuseduh bungkusan kopi penahan rindu. Membiarkan pikiranku terlelap bersama adukan secangkir kopi yang siap untuk disantap. Ah...nikmatnya, bersama embun pagi dan dimanjakan dengan aroma guyuran hujan tadi malam. Setidaknya itu akan membuatku lupa. Walau hanya sementara. Kuhirup aroma kopi buatanku. Dan mungkin inilah aroma terharum sepajang pertemanan kita. Memanjakan dan tak membuatku sakit untuk terus mengharapkannya. Kemudian kulihat warna serbuk kopi buatanku. Dan mungkin inilah serbuk terpekat sepanjang persahabatan kita. Pekat dan kelam akan perasaan cinta yang terus tertimbun di dasar hati yang paling dalam. Lalu kemudian kuputuskan untuk