Posts

Showing posts from October, 2013

Rahasia di Lantai Dua

Image
Jam sudah menunjukan pukul 8 pagi. Itu menunjukan bahwa sebentar lagi, Deni dan Octi akan menjadi pasangan suami istri. Segala sesuatu sudah dipersiapkan, mulai dari penghulu, saksi, konsumsi hingga peralatan pengeras suara sekalipun. Para tamu yang tak begitu banyak sudah duduk bersila di ruang tengah milik Deni. Ruang yang akan menjadi tempat ijab qobul nanti dilaksanakan. Mereka tampak sudah tak sabar ingin menyaksikan pernikahan pengusaha kaya itu. Microfon sudah dinyalakan sejak tadi. Pak penghulu masih sibuk dengan berkas-berkas yang tengah ia baca. Sedang Deni yang duduk di samping Octi, terlihat santai. Tak begitu gugup seperti kebanyakan pengantin baru. " Jangan gugup ya, mas. ", kata Octi pada Deni. Octi takut jika nanti calon suaminya itu akan menikahinya dengan cara tak sempurna. " Jangan khawatir. Aku baik baik saja kok. ", Deni menjawab dengan mantap. Octi tersenyum dan merasa lega setelah mendengar jawaban calon suaminya itu. Beberapa menit

Penjual Tawa, Bukan Senyuman.

Image
Setangkai bunga ini aku genggam sedari tadi. Sejak dia duduk bersendau gurau dengan teman temannya di depan kelas yang tak terlalu besar itu. Aku menatapinya dengan seksama. Dari sudut lain, aku menyisakan waktuku untuknya. Mempelajari senyumnya, gerak bibirnya, cara memandangnya dan semua yang ada padanya. Aku pelajari dengan teliti. " Dhike !!!!!", teriakku dalam hati. Asal kamu tahu, setiap nama yang aku serukan, pertanda bahwa aku ingin bertemu denganya. Setiap nama yang terbesit di pikiran, pertanda bahwa aku rindu padanya. Setiap nama yang aku tuliskan, pertanda bahwa aku tengah memikirkannya. Dan aku telah menyerukan, membesitkan dan nenuliskan namanya seribu kali. Masih pada pandanganku, dirinya terlihat bahagia kala itu. Sedang diriku yang duduk di lain sudut, tengah merana dalam hati. Ingin mendekati, namun tak sampai hati. Bagaimana ini? Aku melempar pandangan ke bawah. Sepasang sepatu yang aku kenakan saling berhadapan. Sepatu hitam yang sudah robek ini

Coba Tanyakan Selimut

Image
" Naomi, aku mohon kasih gue kesempatan lagi. ", aku berlutut di hadapannya. Sembari menawarkan setangkai bunga mawar yang tampaknya akan percuma. Dirinya menangis, matanya yang merah mengeluarkan air mata yang deras. " Lo jahat banget, Ji. sumpah. Lo tega ya selingkuh di belakang gue. ", dirinya tampak menyesali percintaan ini. Lalu melempar jauh pandangan ke arah lain. Seakan memang sangat membenciku. " Gue bisa jelasin, yank. Gue sama Sinka cuma jalan biasa. Gue gak selingkuh sama adik lo.", dengan posisi yang masih sama, berlutut, gue berusaha menyakinkan dirinya. Walau Naomi masih semangat mengeluarkan air mata. Kemudian suasana hening. Aku diam menunggu responnya. Pandangannya masih jauh entah jauh kemana. Tapi aku yakin dia masih ingin menerimaku lagi. " Lo cuma salah paham, beb. Gue gak mungkin setega itu. Apalagi kita udah lama ngejalanin semua ini. Gue cinta mati sama lo", kalimat itu mengalir begitu saja dari bibirku. Namun ta

Wanita di Ujung Taman

Image
" Kenapa kita nggak bekenalan? ",aku menyodorkan tanganku pada sosok yang sedari tadi duduk bersama di bangku taman. Diperhatikannya tanganku sebentar, kemudian tangan kanannya menganggapi tanganku yang menunggu. " Aku Kinal ", senyumnya menghias perkenalan. Sudah lama sekali aku tidak melihat senyum indah seorang wanita. "Aji.", singkat dan jelas aku menyebut namaku. Tangannya berlabuh digenggaman. Cukup lama, sekitaran 10 detik dia menjabat tanganku hingga kemudian terlepas. " Sendirian? ", tanyaku basa basi. Aku tak tahu harus berkata apa memang. Tak mungkinlah,aku langsung menanyakan nomor hapenya, dan kemudian mengajaknya jalan dan sekedar makan malam di restoran. Semua butuh proses, meski harus munafik sekalipun. " Kau pikir aku sedang bersama siapa?", pertanyaan retoris melayang dari bibir indahnya. Pandangannya dilemparkan ke arahku. Tak luput juga sebuah senyuman dia lemparkan juga. Aku amati sejenak senyumnya. Oh begi

Genk Bisik [ Episode 2 ]

Image
" Lo tadi lihat nggak? ", Deni memulai pembicaraan di kantin. " Enggak. Lah lihat apa? ", Imam nyeletuk sembari mengaduk segelas air putih. " Eh lo tuh ngaduk apa sih? Air putih nggak ada gulanya kalee ah. Dasar aneh. ", bingung Aji pada Imam. Dirinya hanya tersenyum malu. Namun ayunan tangannya masih dipertahankan. " Emang gak ada gulanya sih, tapi kan gulanya di sana ", dirinya menatap sosok cantik yang tengah duduk di lain meja. Aji dan Deni spontan melihat arah yang dibidik Imam. " Halah basi lo! ", Ledek Deni dengan suara khasnya. ( Hanya kelas SMC lah yang tau. ) " Lo tadi lihat apa men? ", tanya Aji pada Deni yang tampaknya ingin menceritakan sesuatu. Kemudian Deni mempernyaman posisi duduknya. Sok keren. "Oke. Jadi gini, lo tadi lihat nggak?", Deni kampret mengulanginya lagi. " Yaelah lama amat sih. Langsung aja deh apa. ", kesal Imam. " Gue tadi lihat anak bar

Genk Bisik [ Episode 1 ]

Image
Langkah kaki itu berjalan semakin cepat, Deni datang dengan muka panik. "Gawat men, gawat!!!" kata Deni. "Gawat apa sih, datang-datang langsung panik gitu" kata Imam. "Gawat apa? Pak Dikin nggak bisa nyebutin Carrefour dengan benar? Bu Sayekti yang bohay itu jadian sama Istanto?" celetuk Aji "Atau pak Fredy satpam itu suka bengong sampai kemalingan" tambah Imam, "itu semua udah biasa kali, mam." kata Aji "Bukan itu men." kata Deni dengan gaya bahasa yang khas, dan suaranya yang serak-serak kering keronta. "Terus apaan?" tanya Aji. "Si Kinal gebetan lo ji, dia sekarang pacaran sama Sutris" jawab Deni "Hah???" imam terpelongo diiringi backsound 'jreng jreng' "mati deh gue kalau saingan sama dia, Sutris kan orang terkeren di sekolahan ini" kata Aji dengan muka lemas yang mulai lapar. Sutris itu adalah orang terkeren di sekolahannya, selain itu dia juga mu

Siapalah Aku Ini

Image
Siapalah aku ini? Kumpulan kata pemersatu yang membuatku mundur dari mendapatkanmu. Kumpulan kata yang sejak dulu selalu membantuku untuk sadar dan kembali ke jalan yang benar. Jam berdering dengan kencang. Seakan ingin menulikan sepasang telinga. Segerombol menyerupaiku keluar dari ruang kelasnya masing masing. Sembari membawa tas dan bergerak cepat bagai di kejar badai katrina. Begitu juga aku. Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan. Selembar kertas berisi kata kata perasaan yang kuharap mampu mewakili mulut kelu karenanya. Sudah sekitar sepuluh menit, aku berdiri seperti orang gila di gerbang ini. Menanti seseorang yang sudah lama ada di hati. Namun entah kenapa dia tak muncul juga dari tadi. Mungkin sepuluh menit lagi. Sudah sekitar dua puluh menit aku bertahan menjadi orang gila di sini. Menggenggam erat lembaran yang semalam aku rangkai di ruang tengah. Namun rambut lurusnya tak kunjung berkibas di pandangan. Mungkin lima menit kemudian. Benar. Menit ke-dua puluh lima, so