Last Hug



Gadis itu sangat keras kepala. Bahkan melebihi kerasnya tebing yang berada di samping kami sekarang. Berdiri berhadapan, diterpa angin yang membelai lembut hitam legam rambut kami berdua.

"Aku sudah bilang. Jangan pernah mengatakan hal seperti itu," ketusnya. Menunjuk tubuhku dengan salah satu jemarinya yang lentik. Menatapku dengan pandangan seolah hendak menerkamku.

"Kenapa? Apa aku salah?"

"Jelas!" jawabnya cepat. Membuatku cukup terhenyak,"jangan pernah merayuku lagi. Karena aku tidak menyukaimu."

"Tapi ... " kataku pelan. Sedikit melangkah kaki ke arahnya. Membuatnya mundur sedikit.

"Jangan mendekat. Selangkah saja kau mendekat. Kau akan tahu akibatnya." ancamnya membuatku cukup kebingungan. Air mukanya semakin memerah.

"Tapi aku menyesal, Nal." kataku lagi kepadanya. Telinganya seperti sudah tuli untuk mendengar semua penjelasanku, "aku ingin kau kembali menjadi milikku."

"Semua sudah terlambat, Ve. Tekadku sudah bulat. Semoga kau dan Ghaida bahagia dengan pernikahanmu nanti," ucapnya kemudian. Membuatku spontan ingin memeluknya,

Tapi sayang, saat aku melangkah ke depan, tubuhnya terlanjur berbaur dengan jurang di belakangnya. Membawanya pergi dan tak akan pernah kembali.

Membuatku menyesal dan gagal untuk memeluknya terakhir kali.

Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku


Comments

Popular posts from this blog

Fungsi,Syarat,Bahan Utama,dan Bentuk Komponen Rangka Sepeda Motor [Otomotif]

Keseimbangan Cinta

Jenderal Kagami yang Berekor Nakal