Lumpuhkanlah Sekarang

Sahut-sahut kicauan burung memeriahkan pagi. Aku yang terkapar lemah di kasur, hanya bisa samar-samar mendengarnya. Perlahan aku mencoba membuka mata, ku lihat sosok wanita yang tengah berbaring di sebuah sofa. Dia adalah Kinal, wanita yang menungguku semalaman di rumah sakit ini.

Aku sengaja memilih diam dan memandang sekelilingku saja. Aku tak ingin Kinal bangun hanya gara-gara aku. Pasti dia capek sekali. Apalagi, selama ini dia telah memberikan banyak senyum untukku. Senyum yang kujadikan pembius dan penenang saat gundah menerpaku. Entahlah, senyum Kinal memang bagaikan sihir. Aku tak tahu mengapa.

Tiba-tiba, terdengar suara seperti adanya seseorang membuka pintu kamar. Tak salah lagi, Rizal datang menjengukku pagi ini.

" Hai bro. ", sapanya. Aku hanya tersenyum lemah.

Kinal terbangun, dia perlahan mencari sumber suara barusan.

" Rizal, ya ? ", kata Kinal, sembari menyeka ujung matanya.

" iya. Sayangku. ", Rizal lalu mendekati Kinal. Dia duduk di sebelahnya.

" Baru bangun ? "

" Iya. ", jawab Kinal

" Makasih ya, udah jagain Aji. "

Kinal hanya membalas senyum, lalu rambutnya dielus mesra oleh Rizal.

" Aji kan temenku juga. ", kata Kinal

Aku hanya tersenyum, lalu disambut senyuman kompak mereka.

Sesaat aku berpikir, kenapa harus Rizal yang menjadi kekasih Kinal ? Padahal aku lebih membutuhkan senyumannya dibanding Rizal, si playboy kampungan itu.

Iya, aku tak bohong. Rizal sebenarnya playboy yang gemar mempermainkan perasaan wanita. Dia sebenarnya juga tak mencintai Kinal dengan tulus. Hanya karena popularitas dan hartalah yang dia cari dari Kinal. Ingin rasanya aku bilang semua ini pada Kinal, tapi di lain sisi, Rizal itu temanku dari kecil. Aku tak mau persahabatanku hancur begitu saja hanya karena cinta, tapi aku juga tak mau Kinal menjadi korban Rizal untuk kesekian kalinya. Karena aku cinta sekali pada Kinal. Ya walaupun itu tak mungkin... Aku tak mungkin bisa mengatakannya kebenarannya. Jangankan mengatakan kebenarannya, memanggil namanya saja aku sudah tak mampu.

Ya Tuhan, kenapa harus mulut yang kau lumpuhkan dariku. Kenapa tidak ingatanku saja? Gumamku dalam hati sembari terkapar tak berdaya di kasur. Semenjak kecelakaan kemarin yang telah merenggut syaraf motorik ku.

Comments

Post a Comment

Kebebasan berpendapat itu,mulai sejak ini kamu berkomentar

Popular posts from this blog

Fungsi,Syarat,Bahan Utama,dan Bentuk Komponen Rangka Sepeda Motor [Otomotif]

Keseimbangan Cinta

Jenderal Kagami yang Berekor Nakal